TopCareer.id – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan apa yang membuat peningkatan curah hujan di bulan Juli, meski Indonesia sudah masuk musim kemarau.
Menurut Kepala BMKG, meningkatnya curah hujan selama beberapa hari terakhir di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial.
MJO yang sekarang aktif menyebabkan pergerakan atau propagasi kumpulan awan-awan hujan dari Samudra Hindia sebelah timur Afrika bergerak sepanjang khatulistiwa menuju Samudra Pasifik, melintasi wilayah Indonesia.
Dalam konferensi pers virtualnya seperti dipantau melalui YouTube Info BMKG, Senin (8/7/2024), Dwikorita menjelaskan umumnya arak-arakan awan hujan ini masuk melalui wilayah barat menuju wilayah timur Indonesia.
Baca Juga: Harusnya Musim Kemarau, Kok Sering Hujan?
Sepekan ke depan fenomena gelombang atmosfer Kelvin dan Rossby Equatorial juga berpengaruh terhadap meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia baik di wilayah barat, tengah, dan timur, seperti sebagian wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.
“Sehingga meskipun musim kemarau, hujan itu masih bisa ada, karena kriteria itu juga curah hujan. Hanya curah hujannya untuk wilayah yang masuk dalam zona musim monsunal, curah hujannya kurang dari 50 milimeter dalam 10 hari dan terjadi selama tiga hari berturut-turut,” kata Dwikorita.
Terjadinya musim kemarau di Indonesia juga diawali moonson dari Australia yang membawa angin kering.
“Namun selama beberapa bulan musim kemarau, secara periodik akan mengalami gangguan, ada yang dari Samudra Hindia MJO, ada yang dari ekuator di wilayah Indonesia misalnya gelombang Kelvin dan Rossby, yang berdampak terjadinya peningkatan pembentukan awan hujan, sehingga di musim kemarau hujannya bisa lebat,’ kata Dwikorita.
Suhu permukaan laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia juga turut berkontribusi menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut.
Hujan lebat tak terjadi berhari-hari
Meski begitu, Dwikorita menyebut hujan lebat seperti saat ini tidak akan terjadi selama berhari-hari, bahkan disebut paling lama tiga hari dan tidak lebih. Kepala BMKG juga mengatakan, fenomena alam ini akan terjadi sebulan atau dua bulan lagi.
“Bisa juga nanti di sekitar bulan Agustus-September, diprediksi akan terjadi la nina yang dipengaruhi oleh suhu muka air laut yang ada di Samudra Pasifik. Jadi kemaraunya akan mengalami peningkatan curah hujan,” pungkas Dwikorita.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menambahkan, peningkatan curah hujan akibat gangguan fenomena atmosfer tidak akan terjadi berhari-hari dan diprediksi hanya satu sampai tiga hari di setiap wilayah. Menurutnya, saat ini wilayah Jakarta, Banten, yang pada pekan kemarin diguyur hujan lebat saat ini sudah mulai cerah kembali.
“Kondisi tersebut diprediksikan akan menurun, dimana wilayah Jawa, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara akan kembali mengalami kondisi musim kemarau yang normal,” ujar Guswanto.
Dwikorita mengatakan, hujan di musim kemarau tidak lepas dari letak geografis Indonesia yang ada di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Australia, serta pertemuan antara dua Samudra yaitu Samudra Pasifik dan Hindia.