Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tuesday, December 3, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

Tolak Draf Permenaker Soal UMP, Buruh Ancam Mogok dan Usulkan Ini

Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia saat demo tolak Tapera, Kamis (6/6/2024). (TopCareer.id/Giovani Dio Prasasti)

TopCareer.id – Kelompok buruh mengancam bakal tetap menggelar mogok nasional selama dua hari, jika Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) membuat Peraturan Menaker (Permenaker) soal upah minimum 2025 yang merugikan pekerja.

Hal ini seperti disampaikan oleh Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, merespon draf Permenaker yang berisi kenaikan upah minimum dalam dua kategori yaitu untuk industri padat karya dan industri padat modal.

“Terkait rencana mogok nasional dua hari yang akan diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh wilayah Indonesia di antara tanggal 19 November sampai 24 Desember 2024, tetap akan menjadi opsi pilihan serikat buruh bilamana Menaker tetap membuat Permenaker 2025 yang merugikan kaum buruh,” kata Iqbal.

Baca Juga: Buruh Tolak Draf Permenaker Baru yang Atur 2 Kategori Upah Minimum

Mengutip siaran persnya, Selasa (26/11/2024), Iqbal menilai pembagian dua kategori kenaikan upah minimum ini melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Karena dalam keputusan MK tersebut hanya dikatakan kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), dengan memperhatikan proporsionalitas kebutuhan hidup layak (KHL),” ujarnya.

Terkait ini, ada beberapa permohonan kelompok buruh kepada Presiden Prabowo Subianto, tentang penetapan kenaikan upah minimum 2025 yaitu:

I. Gubernur menetapkan kenaikan Upah Minimum 2025 sebagai berikut:

1. Upah Minimum Provinsi (UMP), berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi

2. Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi

3. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota

4. Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK), berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota

II. Kenaikan Upah Minimum (UMP dan/atau UMK) ditentukan berdasarkan nilai inflansi + indeks tertentu (α) dikalikan nilai pertumbuhan ekonomi.

Rumus kenaikan upah minimum = inflansi + (α x pertumbuhan ekonomi)

1. Nilai indeks tertentu (α) untuk kenaikan UMP dan/atau UMK 2025 yang diusulkan oleh buruh adalah sebesar 1,0 s.d 1,2. Di mana usulan nilai α = 1,0 – 1,2 berlaku untuk semua jenis industri (tidak ada pembedaan untuk industri padat karya dan padat modal).

Bilamana pemerintah berkeberatan dengan usulan nilai alpha sebagaimana yang disampaikan buruh, maka Menteri Ketenagakerjaan bersama serikat buruh berunding mencari nilai kompromi yang mendekati usulan buruh tersebut.

2. Bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum sebagaimana diatur dalam rumus kenaikan upah minimum dengan nilai alpha di atas, maka perusahaan yang dimaksud dapat mengajukan pengecualian kepada Menaker melalui rapat Dewan Pengupahan Daerah dengan memenuhi persyaratan tertentu.

3. Definisi/kategori perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum sebagaimana diatur di atas, wajib memenuhi syarat yang diatur dalam keputusan menteri yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Perusahaan yang tidak mampu tersebut mengajukan permohonan ke Menteri tenaga kerja melalui dewan pengupahan kabupaten/kota setempat.

b. Melampirkan/menunjukkan kepada menteri tenaga kerja laporan pembukuan perusahaan yang merugi selama 2 tahun berturut-turut dan sudah dilakukan audit oleh akuntan publik.

c. Melampirkan/menunjukkan hasil kesepakatan antara pihak perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh atau perwakilan pekerja/buruh bilamana tidak ada serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut).

d. Memenuhi persyaratan lain yang diatur oleh dewan pengupahan kabupaten/kota

4. Jadi dengan demikian, bagi perusahaan yang tidak mampu sebagaimana tersebut di atas, bukan berarti kenaikan upah minimumnya ditangguhkan pemberlakuannya, dan juga bukan berarti kenaikan upah minimum di perusahaan yang tidak mampu tersebut dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan.

Tetapi mekanisme penetapan kenaikan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu tersebut tetap diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah (Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota), bukan diputuskan oleh bipartit di perusahaan.

Baca Juga: PPN 12 Persen Cekik Buruh dan Rakyat Kecil, KSPI: Mirip Kebijakan Kolonial

III. Gubernur dalam menetapkan besaran UMSP dan UMSK diatur sebagai berikut:

1. Gubernur menetapkan besaran nilai Upah Minimun Sektoral Provinsi (UMSP) dan jenis sektoral industrinya berdasarkan keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi.

2. Gubernur menetapkan besaran nilai Upah Minimun Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dan jenis sektoral industrinya berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang didapat dari keputusan rapat Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

3. Jadi dengan demikian, tidak ada penetapan UMSP dan UMSK dilakukan di tingkat bipartit perusahaan.

IV. Catatan penting untuk usulan Permenaker tentang Upah Minimum Tahun 2025, juga sebagai berikut:

1. Penetapan isi Permenaker tentang Upah Minimum 2025 harus mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor MK No. 168 PUU-XXI/2023 (Khususnya keputusan nomor 8 sampai dengan nomor 17)

2. Semua isi/pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51/2023 tentang Pengupahan dinyatakan tidak berlaku lagi (dicabut)

3. Dengan dicabutnya PP Nomor 51/2023 tentang Pengupahan, maka:

a. Formula/rumus upah minimum batas atas dan batas bawah dinyatakan tidak berlaku

b. Rumus kenaikan Upah Minimum yang memuat kalimat “bila suatu daerah upah minimumnya di atas konsumsi rata-rata maka kenaikan upah minimum hanya menggunakan rumus a dikali pertumbuhan ekonomi”, dinyatakan tidak berlaku.

4. Tentang norma hukum yang baru terkait struktur dan skala upah maka harus mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi yaitu: Menyatakan pasal 92 ayat 1 dalam pasal 81 angka 33 UU 5/2023 yang menyatakan ‘Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi’

“Buruh percaya bahwa Bapak Presiden Prabowo Subianto akan memperhatikan tingkat kesejahteraan kaum buruh dengan tetap meningkat produktivitas dan kerja yang efisien,” kata Said Iqbal.

Leave a Reply