Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Lifestyle

Sederet Kelompok Masyarakat Ini Lebih Rentan Tertular TBC

Organ pernapasan, salah satunya paru-paruOrgan pernapasan, salah satunya paru-paru. (Pexels)

TopCareer.idTuberkulosis atau TBC masih jadi penyakit yang harus diwaspadai masyarakat Indonesia.

Menurut Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan World Health Organization (WHO), sekitar 5 sampai 10 persen orang terinfeksi TBC akan bergejala dan mengembangkan penyakit tersebut. Di 2023, diperkirakan 10,8 juta orang di dunia sakit karena tuberkulosis.

Sementara Indonesia berada di posisi kedua dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus TBC baru setiap tahun, dengan 125.000 kematian karena penyakit tersebut.

Mengutip laman Sehat Negeriku, Kamis (6/2/2025), Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Yudhi Pramono menyebut, semua orang berisiko tertular TBC. Namun, terdapat kelompok masyarakat yang memiliki risiko lebih tinggi tertular penyakit ini.

Baca Juga: Generasi Muda Terancam Luput dari Penanganan Tuberkulosis di Asia Pasifik

“Meskipun semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi tertular TBC, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok,” kata Yudhi.

Selain itu, kelompok lain yang rentan adalah orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, lansia yang berinteraksi dengan pasien tuberkulosis, warga binaan pemasyarakatan, tunawisma, pengungsi, serta masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh.

Penularan tuberkulosis terjadi lewat udara ketika orang batuk, bersin, atau meludah. Bakteri TBC dalam percikan (droplet) dapat bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari.

“Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi,” kata Yudhi.

Baca Juga: Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja Terus Dilakukan

Usai terinfeksi, kuman Mycobacterium tuberculosis bisa dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuh seseorang.

“Jika daya tahan tubuhnya baik, maka bakteri TBC akan tetap tidur. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit,” Yudhi menjelaskan.

Kemenkes sendiri sudah mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023 tentang Perubahan Pelaksanaan Investigasi Kontak dan Alur Pemeriksaan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) serta Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia.

Dalam surat tersebut, tenaga kesehatan atau kader, melakukan investigasi kontak untuk menemukan kasus secara dini, dengan minimal delapan orang diperiksa untuk tiap kasus tuberkulosis.

“Kegiatan investigasi kontak adalah salah satu strategi dalam program penanggulangan TBC untuk melacak dan mencari orang-orang yang berinteraksi langsung (kontak serumah dan kontak erat) dengan pasien TBC,” kata Yudhi.

“Hal ini dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan, kader, atau komunitas,” imbuhnya.

Baca Juga: Pemeriksaan Kesehatan Gratis Digelar Februari 2025, Ini Persiapan Kemenkes

Untuk memastikan semua kontak terlacak atau diinvestigasi, perlu dilakukan berbagai upaya seperti door to door, atau jemput bola langsung ke rumah pasien dan kontak.

“Kader dapat melakukan kunjungan ke rumah pasien TBC dan rumah tetangga atau rekan yang berkontak dengan pasien melalui pendekatan yang sesuai dengan budaya di daerah,” Yudhi mengungkapkan.

Namun, apabila kontak menolak dikunjungi rumahnya, petugas bisa menawarkan opsi invitasi kontak.

“Yaitu mengundang kontak untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), misalnya puskesmas atau rumah sakit, lalu dilakukan skrining oleh petugas di fasyankes,” pungkas Yudhi.

Leave a Reply