TopCareer.id – Praktik penahanan ijazah pekerja baik oleh perusahaan BUMN maupun swasta tengah jadi sorotan belakangan.
Baru-baru ini, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah mengeluarkan edaran yang melarang perusahaan melakukan praktik penahanan ijazah karyawan.
Murti Pramuwardhani Dewi, pakar hukum ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai, kasus penahanan ijazah oleh perusahaan sesungguhnya kerap terjadi.
“Namun karena kurangnya pengawasan pemerintah dan ketakutan korban untuk melapor, sehingga pelanggaran ini masih terjadi,” ujarnya, mengutip laman ugm.ac.id, Senin (9/6/2025).
Dosen Fakultas Hukum UGM ini menilai, praktik penahanan ijazah merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurutnya, penahanan ijazah sendiri dilarang karena melawan hak seseorang atas identitas pribadi.
Murti menyebut, ada potensi konflik relasi kuasa antara pekerja dan pemberi kerja, sehingga laporan penahanan dokumen pribadi tak banyak.
Padahal, jika dokumen hilang atau rusak karena disimpan oleh perusahaan, pemilik berhak mengajukan tuntutan atas kerusakan dokumen pribadi.
Baca Juga: Menaker Sahkan Surat Edaran Larang Penahanan Ijazah Pekerja
Murti mengatakan, fenomena penahanan ijazah dapat berawal dari perbedaan kepentingan antara pekerja dan perusahaan.
“Pekerja umumnya ingin mendapatkan jaminan dan peningkatan kesejahteraan, sedangkan perusahaan juga ingin mendapat jaminan produktivitas dan keuntungan dari pekerja,” ujarnya.
Karena itu, dibutuhkan perjanjian kerja tertulis sebelum memulai hubungan kerja, yang mencakup kesepakatan bersama tanpa melanggar undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan dan kesopanan sesuai Asas Kebebasan Berkontrak.
Sehingga, jika salah satu pihak melanggar kesepakatan yang telah dibuat itu ada konsekuensinya yang sudah disepakati bersama di awal. “Perlu kepastian hukum bagi para pihak,” tutur Murti.
Aturan ini dalam hukum dikenal sebagai Asas Pacta Sunt Servanda atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Namun, menurut Murti, maraknya penahanan ijazah juga terjadi karena persaingan ketat dalam mendapatkan pekerjaan.
Tingginya jumlah tenaga kerja tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan kerja, sehingga posisi tawar pekerja lebih rendah dibanding pemberi kerja.
Kondisi inilah yang membuat pekerja tidak memiliki pilihan lain selain menerima aturan perusahaan, yang sebenarnya melanggar hukum.
Baca Juga: Kata Ketua DPR Soal Edaran Menaker Larang Penahanan Ijazah Pekerja
“Pemerintah perlu melakukan tindakan tegas untuk memperketat regulasi dan pengawasan terhadap kasus penahanan dokumen pribadi,” pungkas Murti.
Sementara, Guru Besar Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraa Fisipol UGM, Susetiawan mengatakan, ijazah adalah salah satu tanda kesejahteraan subjektif pemiliknya.
Jika hilang atau rusak akibat bencana, atau kelalaian perusahaan, pemilik tidak bisa mengajukan pengeluaran ijazah kembali.
Maka dari itu, Susetiawan mengatakan bahwa perlu ada pengawasan dan perlindungan hukum bagi pekerja, agar perusahaan tidak semena-mena menahan ijazah secara paksa.
“Kalau perusahaan menghendaki ijazah karyawan, cukup dengan salinan yang sudah dilegalisir atau menunjukkan aslinya. Sesudah itu dikembalikan kepada pemiliknya saat itu juga,” ujarnya.