Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Sosok

Cerita Masinis Muda di Balik Kemudi Kereta Cepat

Pundhisara Parunggi Albar, masinis kereta cepat Whoosh. (TopCareer.id/Christ Michael)

TopCareer.id – Meski baru berusia 27, Pundhisara Parunggi Albar atau akrab disapa Pundhi, sudah punya tanggung jawab menjadi masinis dan mengemudikan kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung.

Pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini sendiri sudah berpengalaman sebagai masinis kereta api jarak jauh di tahun 2016 sampai 2023.

Lulus sekolah menengah, Pundhi menempuh pendidikan sebagai masinis di Balai Pelatihan Teknik Traksi (BPTT) Darman Prasetyo Yogyakarta untuk kemudian bergabung di KAI.

Di tahun 2022 lalu, Pundhi lalu mendapatkan tawaran untuk bergabung ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebagai masinis Whoosh.

“Kemudian di usia saya sekitar 24 saya mengikuti rekrut internal masinis kereta cepat,” kata Pundhi kepada TopCareer.id di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Setelah dirinya bergabung dengan KCIC, ia dan para masinis terpilih mendapatkan pendidikan dan pelatihan di Politeknik Perkeretaapian Indonesia di Madiun.

Baca Juga: Jadi Masinis Tak Mudah, Ini Proses yang Harus Dilewati

Mengingat Whoosh Jakarta-Bandung jadi rute pertama di Indonesia, para masinis mendapatkan pendidikan langsung dari para pengajar di Southwest Jiatong University, Tiongkok.

“Sebelum saya bekerja saya melakukan on job training atau istilahnya seperti sudah bekerja tapi masih training,” kata Pundhi.

Namun tak cuma belajar soal teknis kereta Whoosh, Pundhi dan para masinis lainnya juga mendapatkan pendidikan Bahasa Mandarin, mengingat para instruktur Whoosh berasal dari China.

“Para masinis kereta cepat Indonesia ini juga sedikit belajar tentang bahasa Mandarin,” ujarnya. Adapun, pelatihan bagi masinis kereta cepat dilakukan sekitar 1,5 tahun.

Mengutip siaran pers KCIC, General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa mengatakan bahwa transfer knowledge pada para masinis Whoosh memang berlangsung lebih cepat dari rencana awal.

“Jika di Tiongkok proses ini memerlukan waktu hingga 3 tahun, namun untuk pengoperasian Whoosh hanya memerlukan 1,5 tahun,” kata Eva, mengutip kcic.co.id.

“Kecepatan ini tercapai karena seluruh masinis yang terlibat sudah memiliki pengalaman sebagai masinis kereta konvensional dengan jam terbang minimal 3.000 jam atau setara 100.000 kilometer,” imbuhnya.

Baca Juga: 72 Calon Masinis Whoosh Indonesia Ikut Latihan Bareng Masinis China

Kembali ke Pundhi, ia mengakui “menyetir” kereta cepat sedikit berbeda jika dibandingkan dengan kereta konvensional, khususnya dari sisi teknologi yang lebih canggih.

“Ketika saya bisa menjadi masinis kereta cepat teknologinya itu sudah sangat canggih dan modern,” kata Pundhi.

Beradaptasi dengan teknologi canggih dan modern inilah yang awalnya jadi tantangan buat Pundhi, di samping tuntutan konsentrasi yang lebih tinggi dan tanggung jawab yang lebih besar.

“Karena membawa kereta api dengan kecepatan tinggi mencapai 350 kilometer per jam,” Pundhi mengungkapkan.

Tak cuma persiapan dari segi fisik, Pundhi juga harus mempersiapkan mental, apalagi untuk berjaga-jaga jika ada keadaan di luar rencana atau darurat.

“Kami sudah melakukan simulasi-simulasi tanggap darurat baik itu secara teori dan praktik, sehingga para masinis kereta cepat ini sudah siap dalam melakukan keadaan darurat apa pun,” pungkasnya.

Simak selengkapnya di video berikut ini:

Leave a Reply