TopCareer.id – Biaya yang harus dikeluarkan orang Indonesia untuk transportasi beberapa waktu lalu jadi sorotan, karena dianggap masih relatif tinggi dibandingkan standar ideal.
Kementerian Perhubungan mencatat, pengeluaran masyarakat untuk transportasi mencapai 12,46 persen per bulan dari total biaya hidup.
Padahal, standar Bank Dunia seharusnya tidak lebih dari 10 persen dari total biaya hidup per bulan.
Dwi Ardianta Kurniawan, peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM menilai, ada beberapa aspek yang cukup kompleks dan harus diperhatikan, demi menekan biaya transportasi masyarakat.
Pertama yaitu perencanaan pemukiman yang matang. Di wilayah yang padat penduduk, sebaiknya disediakan akses yang mudah ke pusat aktivitas, agar jarak tempuh lebih singkat dan biaya bahan bakar serta operasional dapat ditekan.
“Penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai juga menjadi aspek penting untuk mengurangi kemacetan, sehingga biaya perjalanan tidak membengkak,” kata Dwi, mengutip laman resmi UGM, Rabu (17/9/2025).
Baca Juga: Jakarta Masuk 19 Kota dengan Transportasi Umum Terbaik di Dunia
Kedua, dibutuhkan penyediaan angkutan umum yang terjangkau. Menurut Dwi, kawasan padat penduduk dihadapkan pada masalah kemacetan yang akut, sehingga masyarakatnya memang lebih membutuhkan.
“Penggunaan angkutan umum jadi pilihan rasional, subsidi yang diberikan jadi efektif karena penggunanya tinggi,” Dwi mengatakan.
Sementara untuk wilayah yang belum terlalu padat, opsi menggunakan angkutan umum masih belum terlalu menarik.
Sehingga, selain tarif yang terjangkau diperlukan juga intensif lain seperti kemudahan akses seperti halte, rute, headway untuk lebih menarik minat masyarakat.
Ketiga adalah integrasi antar moda untuk mengatasi inefisiensi biaya. Integrasi ini dibutuhkan pada perjalanan yang relatif jauh.
Inefisiensi terjadi karena beberapa faktor seperti jarak perjalanan, jenis moda yang digunakan, dan interkoneksi yang buruk.
Baca Juga: Biaya Transportasi RI Ketinggian, Perlu Integrasi Moda dan Subsidi Akses
Dwi mencontohkan, penerapan integrasi tarif antar moda di Jakarta pada layanan TransJakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta dengan tarif maksimum Rp 10.000 untuk perjalanan lintas moda selama tiga jam.
“Tarif ini sudah cukup efektif untuk menekan biaya daripada harus membayar terpisah,” ujarnya.
Terakhir yaitu digitalisasi pembayaran. Penggunaan pembayaran digital untuk transportasi umum tak hanya mempermudah transaksi, namun juga memudahkan proses evaluasi dan perencanaan yang lebih baik.
Dengan transaksi yang terkontrol dan tercatat, pihak-pihak terkait dapat melakukan analisa mendalam tentang pola pergerakan masyarakat.
“Ekosistem digital membuat proses bisnis jauh lebih transparan. Hal ini sangat membantu dalam pengambilan keputusan strategis di masa depan, karena semuanya didasarkan pada data yang transparan,” pungkas Dwi.