Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Sosok

Jejak Karier Sanae Takaichi, Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang

Ilustrasi Sanae Takaichi (wikimedia commons)

TopCareer.id – Sanae Takaichi menjadi Perdana Menteri (PM) Perempuan pertama Jepang.

Wanita 64 tahun itu meraih mayoritas suara yang jelas pada Selasa (21/10/2025), dengan 237 suara di majelis rendah dan 125 di majelis tinggi. Ia menjadi pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) yang kini berkuasa.

Dikutip dari BBC, Takaichi dikenal sebagai politikus konservatif yang mengagumi mendiang mantan PM Inggris Margaret Thatcher.

Kepemimpinannya pun harus menghadapi situasi ekonomi yang sulit, dengan kenaikan biaya hidup di Jepang dan meningkatnya ketidakpuasan publik.

Sanae Takaichi lahir di Nara pada tahun 1961. Ayahnya adalah seorang pekerja kantoran sementara ibunya adalah polisi. Saat muda, dia menjadi seorang drummer dalam sebuah band.

Takaichi dikenal kerap mematahkan stik drum, karena sering memainkan lagu-lagu keras. Band-band favoritnya termasuk Iron Maiden dan Deep Purple. Selain itu, dia juga punya satu set drum elektrik di rumahnya.

Takaichi juga dikenal menyukai olahraga menyelam (scuba diving) dan mobil. Mobil kesayangannya, Toyota Supra, kini dipajang di museum Nara. Sebelum terjun ke dunia politik, ia sempat bekerja sebagai pembawa acara televisi.

Baca Juga: Jepang Butuh 639.000 Pekerja per Tahun, Menteri P2MI: Peluang untuk Indonesia

Inspirasi politiknya muncul di tahun 1980-an, di tengah ketegangan hubungan dagang Jepang dan Amerika Serikat.

Takaichi saat itu ingin memahami pandangan orang Amerika terhadap Jepang. Dia bekerja di kantor Patricia Schroeder, anggota Kongres AS dari Partai Demokrat yang dikenal sering mengkritik Jepang.

Dari pengalaman itu, ia sadar banyak orang Amerika tidak bisa membedakan Jepang, Tiongkok, dan Korea, baik dalam bahasa maupun budaya.

“Jika Jepang tidak bisa melindungi dirinya sendiri, nasibnya akan selalu bergantung pada opini dangkal dari Amerika,” kata Takaichi.

Takaichi pertama kali mencalonkan diri sebagai anggota parlemen pada tahun 1992 sebagai calon independen meskipun gagal.

Ia mencoba lagi setahun kemudian dan berhasil menang, lalu bergabung dengan Partai Demokrat Liberal (LDP) pada 1996.

Sejak itu, ia terpilih menjadi anggota parlemen 10 kali, hanya kalah sekali, dan dikenal sebagai salah satu suara konservatif paling vokal di partai.

Mengutip Aljazeera, latar belakang Takaichi terbilang lebih sederhana ketimbang banyak pejabat senior LDP lainnya, yang umumnya lulusan universitas ternama seperti Universitas Tokyo atau Harvard Kennedy School.

Baca Juga: Banyak Pekerja di Jepang Jadi Quiet Quitters, Kenapa?

Sanae Takaichi dikenal luas sebagai murid politik dari mendiang Perdana Menteri Shinzo Abe. Dia juga beberapa kali masuk kabinet Abe, serta pernah menjabat pula di pemerintahan mantan Perdana Menteri Fumio Kishida.

Tahun 2021, Takaichi pertama kali mencalonkan diri sebagai ketua LDP, namun kalah dari Fumio Kishida. Dia kemudian mencoba lagi di 2024 namun kalah dari Shigeru Ishiba, meski sempat unggul di putaran pertama.

Baru pada tahun ini, Takaichi menang dan resmi menjadi PM perempuan pertama Jepang.

Sebagai pengagum Margaret Thatcher, Takaichi dijuluki media ebagai Iron Lady Jepang karena dianggap punya pandangan konservatif yang serupa.

Di isu-isu sosial, ia menentang pernikahan sesama jenis, bersikap lebih keras terhadap kebijakan imigrasi, serta meyakini penerus kekaisaran Jepang seharusnya tetap memprioritaskan laki-laki.

Ia juga dikenal sebagai “China hawk” atau tokoh yang bersikap tegas terhadap Tiongkok, dan mendukung penguatan militer serta menjaga status quo di Selat Taiwan.

Sebagai anggota LDP, Takaichi juga beberapa kali mengunjungi partai-partai politik di Taipei, yang membuat Beijing tidak senang.

Kunjungan kontroversial lainnya termasuk ke Kuil Yasukuni, tempat peringatan bagi para prajurit Jepang yang gugur dalam perang.

Kuil ini menjadi isu sensitif baik di dalam negeri maupun internasional karena juga menghormati beberapa penjahat perang dari Perang Dunia II.

Baca Juga: WNI Ini Jadi Supir Bus Profesional Asing Pertama di Jepang

Dalam pemilihan ketua partai baru-baru ini, dia mendorong kebijakan ekonomi yang mirip “Abenomics” mentornya, Shinzo Abe, yaitu kombinasi ekspansi fiskal, pelonggaran moneter, dan reformasi struktural.

Uniknya, pendekatan ini bertolak belakang dengan Thatcher, yang dikenal menentang belanja pemerintah secara besar-besaran. Selain itu, sikap Takaichi juga dirasa lebih moderat belakangan ini.

Dalam kampanye terbarunya, ia berjanji akan membuat biaya babysitter bisa sebagian dikurangkan dari pajak, serta memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang menyediakan layanan penitipan anak di lingkungan kerja.

Kebijakan-kebijakan yang ia dorong banyak terinspirasi dari pengalaman pribadinya.

Ia pernah tiga kali merawat anggota keluarga yang sakit, dan itu membuatnya bertekad membantu mereka yang harus berhenti kerja karena merawat orang tua, mengasuh anak, atau menghadapi masalah anak yang enggan sekolah.

“Saya ingin menciptakan masyarakat di mana orang tidak harus mengorbankan karier mereka demi tanggung jawab keluarga,” kata Takaichi.

Leave a Reply