Topcareer.id – Milenial menjadi pembelanja terbesar saat kini, mereka mendominasi percakapan seputar strategi produk, pemasaran, dan ekonomi pada umumnya. Generasi ini berbeda. Brand produk harus melihat dan mereka sebagai konsumen yang unik untuk menarik perhatian dan bisnis mereka.
Mengutip Forbes.com, Jumat (20/12/2019), mari lihat bagaimana kebiasaan belanja kaum milenial dan mengapa mereka membeli.
Mereka biasanya memilih untuk mengikuti insting mereka sendiri atau mengikuti rekan-rekan mereka dalam mengambil keputusan pembelian.
Baca juga: Tak Selamanya Kantor Open Space Kebanggan Milenial Punya Efek Positif
Milenial enggan untuk terlalu mengikuti nasihat keuangan yang diberikan oleh orang tua dan profesional di lapangan. Mereka lebih mengelola sendiri uang mereka dan menjunjung tinggi keputusan yang telah mereka buat.
Saat berbelanja, Milenial fokus pada diskon. Mereka lebih menghargai harga daripada rekomendasi, reputasi brand, dan bahkan kualitas produk.
Mereka mengikuti online shop hanya untuk peluang diskon. 66% dari generasi milenial akan berganti brand jika ditawarkan setidaknya diskon 30%, dan hanya sepertiga dari mereka yang melihat brand untuk mempertimbangkan tren atau kualitas produk.
Kemana milenial menghabiskan uangnya?
Milenial menghabiskan lebih banyak untuk kenyamanan dan kemudahan. Lebih dari 50% milenial menghabiskan budgetnya untuk belanja harian di kedai kopi, makan di restoran yang sedang tren, membeli pakaian, dan menghabiskan uangnya untuk taksi dan transportasi online.
Sementara hanya 29% dari Gen X dan 15% dari Baby Boomer melakukan hal yang sama.
Baca juga: Mengapa Milenial Kini Lebih Depresi dan Bagaimana Mengatasinya
Para milenial menghabiskan lebih banyak uang per tahun untuk:
- Makanan
- Bensin
- Restoran
- Smartphone
- Hobi, elektronik, gadget, dan pakaian
Milenial lebih sedikit menghabiskan uang daripada generasi yang lebih tua untuk:
- Televisi. Karena milenial lebih menyukai layanan streaming online.
- Obat-obatan
- Furniture
- Berlibur ke luar kota maupun ke luar negeri. Karena mereka tidak mampu membayar liburan reguler semacam itu dan lebih memilih berjuang untuk menabung demi memenuhi gaya hidupnya. *
Editor: Ade Irwansyah