Topcareer-id – Meningkatnya kasus corona di India memaksa pemerintah setempat untuk memperpanjang lockdown tahap ke-4. Pada 18 Mei 2020 tercatat jumlah kasus di India mencapai 101.000 orang dengan 3.163 kematiaan, angka kematian sekitar 3.1%, cukup rendah dibandingkan negara lain dan rata-rata dunia.
“Ternyata, mungkin karena kasus masih terus meningkat, maka diputuskan “lockdown” seluruh dilanjutkan 2 minggu lagi, jadi ada ‘lockdown 4.0’. Artinya total 69 hari, panjang sekali.”kata Direktur WHO SEARO tentang Penyakit Menular, Prof Tjandra Yoga Aditama.
Untuk mengatasi dampak ekonomi masyarakat, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan paket kompensasi stimulus ekonomi akibat COVID-19 sebesar 266 miliar Dolar Amerika atau sekitar Rp3.900 triliun, yaitu 10% GDP India.
Sementara itu bila ingin dibandingkan negara lain, Jepang menyediakan 21.1% GDP-nya untuk stimulus ekonomi akibat COVID-19 di negaranya, disusul dengan Amerika Serikat dengan sekitar 13.3% GDP-nya, lalu Australia 10.8% dan Jerman dengan 10.7%. India berada di posisi ke-lima di dunia dengan angka 10% GDP- nya digunakan untuk paket stimulus ekonomi akibat COVID-19.
Baca Juga: Langgar Aturan Lockdown Di India, Turis Asing Dihukum Menulis Kalimat 500 Kali
“Pada lockdown 4.0 ini memang ada beberapa kelonggaran, yang diserahkan kebijakannya ke masing-masing negara bagian, kalau di Indonesia setara propinsi (walau ada propinsi di India yang jumlah penduduknya lebih dari 200 juta orang).”ujar Prof Tjandra.
Lebih lanjut Prof Tjandra yang tinggal di New Delhi mengungkapkan lockdown ke-empat ini berbeda dengan lockdown sebelumnya. Kali ini terdapat beberapa kelonggaran seperti sebagian pasar boleh buka setelah selama 55 hari sebelumnya semua pasar tradisional total tutup, tapi hanya separo tokonya boleh buka secara bergiliran.
“Stadium olahraga juga buka, tapi tidak boleh ada penonton. Upacara perkawinan sudah boleh, tapi hanya 50 tamu, sementara upacara penguburan hanya boleh dihadiri 20 orang. Kereta metro dalam kota tetap tidak beroperasi, tapi mulai hari ini bus umum boleh jalan. Satu bis hanya boleh diisi 20 penumpang, dan sebelum naik bis maka akan di cek suhu satu per satu. Bajaj dan becak hanya boleh beroperasi dengan mengangkat 1 penumpang saja” lanjutnya.
Baca juga: India Perpanjang Lockdown, Total 40 Hari
“Yang ‘sedihnya’ untuk saya, khusus New Delhi. Tukang cukur masih tetap dilarang buka. Sementara di negara bagian lain sudah ada yang buka. Akhirnya saya kemarin terpaksa cukur rambut sendiri dengan -trimmer yang dipinjamkan oleh staf WHO dari Amerika Latin, lumayan juga hasilnya seperti di foto ini.”ungkap Mantan Dirjen P2P Kemenkes dan Mantan Kepala Balitbangkes.
Sementara itu aturan jam malam tetap berlaku. Warga tetap tidak boleh keluar rumah dari jam 7 malam sampai 7 pagi, kecuali kalau keperluan mendesak. Juga di sebagian besar negara bagian maka sekolah tetap tutup, bioskop dan Mall juga demikian. Tempat ibadah juga tetap di tutup. Bandara juga masih tutup, hanya boleh untuk penerbangan repatriasi.
“Tanggal 20 Mei rencananya ada pesawat Air India ke Jakarta untuk menjemput warga negara India yang stranded di Indonesia untuk mereka bisa balik ke India. Dari New Delhi pesawatnya kosong, maka ada WNI yang bisa ikut pulang ke Jakarta, baik turis yang stranded maupun mereka yang sudah selesai kontrak kerjanya. Untuk WNI yang masih bekerja di India maka kalau ikut pesawat ini maka belum tahu kapan akan bisa balik ke tempat kerja di India.
Kegiatan di rumah selama lockdown
Selama ter-lockdown, seluruh aktifitas hanya bisa dilakukan di rumah. “Kerja dari rumah tentu tergantung pada laptop. Supaya bervariasi maka tempat kerja saya pindah-pindah. Kadang-kadang kerja di meja makan, atau di teras menghadap taman, atau sambil duduk santai di sofa sambil nonton TV.
Baca juga: Singa Berkeliaran, Lockdown di India Semakin Mencekam
Pekerjaannya sama saja seperti di kantor, yaitu membaca, membuat dan menjawab email. Memang ini komunikasi utama di WHO walaupun kerja di kantor.
“Rapat rutin mingguan dengan staf saya, baik internasional maupun lokal dan rapat kegiatan tertentu. Semuanya tentu online tanggal 18 dan 19 Mei 2020 mengikuti World Health Assembly, yang tahun ini sangat “hangat” diskusinya karena COVID-19 dan sikap Amerika Serikat, China dan negara2 lain
kegiatan dengan teman2 di Indonesia, kuliah, presentasi, wawancara media, penyusunan policy brief Universitas Indonesia, rapat organisasi profesi PDPI, dan lain-lain.”
“Menjadi pembicara pada beberapa webinar di tanah air, termasuk tentang stigma, malaria dan juga dengan pemuka masyarakat di Ambon yang diselenggarakan Universitas Patimura”jelas Prof Tjandra.