Topcareer.id – Tidak seperti negara maju lainnya di dunia, Amerika Serikat (A.S) tidak memiliki jumlah hari libur atau cuti kerja untuk karyawan.
Sekitar seperempat dari pekerja di A.S sama sekali tidak mendapat cuti berbayar. Mereka yang majikannya menawarkan cuti kerja menerima rata-rata hanya sekitar 10 hari setahun untuk liburan.
Menurut Project Time Off, 54% pekerja Amerika bahkan tidak menggunakan hari libur yang mereka dapatkan. Berbeda dengan pekerja di Inggris yang mendapat 28 hari libur, sebagian besar Eropa barat mendapat 25 hari libur, pekerja di Australia dan New Zealand menikmati 20 hari — dan tidak satu pun dari total itu termasuk hari libur nasional, yang menambah sekitar 10 hingga 13 hari per tahun. Sementara itu China hanya mendapat 5 hari untuk berlibur yang diamanatkan untuk pekerja yang masih muda.
Mengapa begitu banyak orang Amerika menghindari liburan? Bisa jadi karena waktu liburan tidak diberikan. Mungkin juga itu dipandang sebagai semacam bonus uang, daripada mendapat cuti liburan.
Baca juga: Kelola Stres Kerja Sebelum Liburan Datang
Framingham Heart Study 1992, yang masih merupakan standar emas untuk studi kesehatan jangka panjang, melakukan penelitian pada pekerja selama 20 tahun. Ditemukan bahwa “laki-laki yang tidak mengambil cuti liburan, 30% lebih mungkin mengalami serangan jantung, dan bagi perempuan bisa naik hingga 50%,” menurut Brigid Schulte, Direktur Better Life Lab di New America Foundation.
Angka-angka itu berlaku bahkan setelah para peneliti memperhitungkan faktor kesehatan lain seperti diabetes, merokok, tingkat pendapatan dan obesitas. Kesimpulan dari penelitian ini telah didukung oleh studi penelitian serupa lainnya.
“Ini menunjukkan bagaimana tubuh bereaksi terhadap gaya hidup stres. Ini adalah bukti nyata bahwa liburan penting bagi kesehatan fisik Anda,” kata Elaine Eaker, rekan dari Brigid Schulte, kepada New York Times.
Para peneliti juga menemukan bahwa liburan juga bermanfaat untuk kesehatan mental dan kesejahteraan. “Liburan sangat penting untuk mengatur ulang dan mengingatkan diri sendiri bahwa karier bukanlah segalanya dan akhir dari semua,” kata Sherry Amatenstein, ahli terapi dan editor dari New York City.
Baca juga: Tips Liburan ala Hotel di Rumah Selama Pandemi Covid-19
Jeda mental itu tidak hanya terasa menyenangkan. Ia juga menguntungkan bisnis, ini yang mungkin mengapa meskipun pekerja di Eropa Barat memiliki lebih banyak waktu liburan daripada di A.S, kebijakan perusahaan yang tidak pelit memberikan waktu cuti liburan untuk karyawan tidak ditemukan mempengaruhi produktivitas.
Schulte mengatakan bahwa semua poin penelitian dalam arah yang sama. “Mereka yang tidak mengambil cuti akan lebih sering sakit, kurang produktif, stres, dan lebih cemas serta tertekan, yang pastinya ini akan memengaruhi produktivitas,” katanya.
Dia menambahkan bahwa sebaiknya para manajer, CEO, dan pemimpin, bisa menciptakan sistem yang memprioritaskan budaya liburan. Mendorong pekerja untuk mengambil cuti atau termasuk perencanaan liburan sebagai bagian dari tinjauan kinerja merupakan cara untuk memastikan cuti digunakan oleh pekerja. Dan semua ini akan menguntungkan semua pihak. *
Editor: Ade Irwansyah