Topcareer.id – Ajang penghargaan bagi insan perfilman Hollywood Academy Awards atau Oscar, yang tahun ini digelar untuk ke-92 kalinya, membuat sejarah baru. Tidak pernah sebelumnya sebuah film luar Hollywood, apalagi menggunakan bahasa non-Inggris membawa pulang gelar film terbaik. Namun itu terjadi tahun ini, lewat Parasite, film Korea Selatan, yang dibesut Boong Joon Ho.
Parasite tak hanya membawa pulang piala utama, namun juga tiga piala lain yang tak kalah bergengsi: sutradara terbaik untuk Bong, naskah asli untuk Bong dan rekan penulisnya, Jin Won Han, serta film internasional terbaik (sebelumnya kategori ini bernama film berbahasa asing terbaik).
Sebelum Oscar, Parasite telah menang penghargaan di BAFTA (Oscar-nya Inggris), Golden Globe, dan Screen Actors Guild.
Baca juga: 10 Film Wajib Tonton 2019 (Bagian 1) dan 10 Film Wajib Tonton 2019 (Bagian 2)
Di balik Parasite ada sosok Bong Joon Ho, sutradaranya. Ia orang yang kinipaling berjasa membawa sinema Asia, khususnya Korea Selatan ke level berikutnya. Orang Asia telah berkali-kali memenangkan piala palem emas di Festival Film Cannes, Prancis. Namun, Hollywood tak pernah bisa ditaklukkan sebelumnya oleh sineas Asia.
Ya, sutradara Hong Kong atau China telah membuat film untuk Hollywood. Begitu pula bintang film Hong Kong, China, India, bahkan Indonesia telah main film box office di sana. Namun tak ada yang sebelumnya memenangkan gelar film terbaik ajang Oscar, tahta tertinggi penghargaan insan perfilman Amerika.
Negeri Paman Sam dikenal bukan negeri yang ramah bagi pendatang, apalagi kini Amerika diperintah Donald Trump yang anti imigran. Selain itu, publik Amerika juga dikenal tak terlalu suka nonton film pakai subtitle. Mereka malas menonton sambil membaca.
Baca juga: Daftar Lengkap Pemenang Oscar 2020
Namun, Parasite mendobrak semua sekat itu. Kemenangannya adalah anti-tesis dari apa yang terjadi du dunia nyata di Amerika kiwari. Oscar buat Parasite juga membuktikan Hollywood (baca: publik Amerika) tak selamanya ignorant pada yang serba asing. Mungkin juga berarti sebuah pernyataan: “Kami (mayoritas rakyat Amerika) tidak seperti orang oranye yang menghuni Gedung Putih sekarang, lho.”
Baca juga: 1917 dan Kenapa Orang Jarang Ingat Film Perang Dunia I
Miskin versus kaya
Yang sudah nonton Parasite tentu hapal dengan kisahnya. Film itu menceritakan dua keluarga di Korea. Yang satu hidup mewah, tinggal di pemukiman eksklusif, jauh dari aroma kemiskinan. Satu lagi tinggal di basement di kawasan kumuh, harus bertahan hidup dengan mengepak karton pizza.
Kesempatan datang saat salah seorang dari keluarga si miskin dipekerjakan di keluarga si kaya. Dengan tipu muslihat, ia membuat ayah, ibu, dan adiknya ikut bekerja di rumah mewah.
Cerita makin menukik ketika ketahuan kalau wanita yang jadi bekas pelayan di rumah mewah itu menyembunyikan suaminya di ruang bawah tanah rahasia. Bertahun-tahun ia tinggal di sana bak parasit.
Namun, Parasite lebih dari sekadar cerita tentang dua (atau tiga) keluarga di atas. Yang membuatnya dikenang sebagai masterpiece masa kini adalah betapa tepatnya film tersebut menyampaikan kegelisahan zaman. Tentang perbedaan kontras si kaya dan si miskin digambarkan amat baik lewat adegan hujan deras yang mengakibatkan banjir.
Baca juga: Little Women dan Keputusan Perempuan untuk Menikah atau Tidak
Saat hujan deras, seperti yang terjadi di sini awal Januari lalu, keluarga kaya masih bisa berlindung di balik beton yang kokoh. Sedang si miskin harus berjuang, menyelamatkan diri dan harta benda serta tak tahu bakal tidur beratap apa esok harinya.
Ingat juga adegan klimaks saat si kaya ditusuk si miskin. Kita tahu apa pemicunya: si kaya tak tahan bau badan orang miskin. Buat si miskin itu penghinaan paripurna yang hanya bisa dibayar dengan nyawa. Sungguh mengerikan.
Maka, sejatinya, kemenangan Parasite di ajang Oscar 2020 ini juga jadi pengingat kita, baik kaya maupun miskin, untuk saling bertenggang rasa. Saling memahami. Dengan begitu dunia akan jadi lebih indah. Tidak dingin seperti dalam film Parasite.*