Topcareer.id – Raden Ajeng (R.A.) Kartini. Tokoh yang dikenal begitu aktif memperjuangkan kesetaraan hak perempuan di Indonesia. Emansipasi wanita mulai mengemuka atas sepak terjangnya. Ia merupakan salah satu pahlawan perempuan Indonesia.
Beliau begitu mengidamkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Ia tak sependapat dengan budaya turun temurun dari pengalaman hidupnya sebagai perempuan Jawa di masa itu yang melazimkan seorang perempuan hanya pasif dalam menjalani kehidupan.
Ia juga ingin membuktikan jika perempuan bisa menggantikan peran laki-laki. “R.A. Kartini ingin menunjukkan jika perempuan tidak hanya ‘konco wingking’, artinya perempuan bisa berperan lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang pendidikan.
Baca juga: 5 Pemimpin Perempuan yang Berhasil Tangani Corona
Menurutnya perempuan juga bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri, tak harus selalu atas paksaan orangtua maupun suami, dan perempuan juga bisa sekolah setinggi-tingginya.
Dikutip dari berbagai sumber R.A. Kartini lahir di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pada 21 Januari 1879. Ia merupakan putri tertua keturunan keluarga ningrat Jawa.
R. A. Kartini menyandang predikat sebagai kasta bangsawan di kala itu. Ayahnya seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosriningrat. Sedangkan Ibunya bernama M.A. Ngasirah yaitu putri anak dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara.
Keluarga Kartini dikenal cerdas. Sang kakek, Pangeran Ario Tjondronegoro IV adalah sosok cerdas yang diangkat menjadi bupati di usia 25 tahun.
Saat berusia 12 tahun Kartini menempa pendidikan di sekolah mewah pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia, Europeesche Lagere School (ELS). Sekolah ini dikhususkan untuk anak-anak keturunan Eropa, timur asing atau pribumi dari tokoh terkemuka.
Baca juga: Cerita Perempuan yang Jadi Sopir Ambulans Pasien Covid-19
Namun sayangnya saat itu ia harus dipingit karena harus segera menikah. Tak lama kemudian, R.A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat pada tanggal 12 November 1903.
Sang suami sangat mengerti akan keinginan Kartini, ia pun diberi kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Berkat kegigihannya, dia mulai mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini (Sekolah Kartini) di Semarang pada tahun 1912, kemudian menyusul Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
R.A. Kartini memiliki anak pertama sekaligus menjadi anak terakhirnya yang lahir pada tanggal 13 September 1904 bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Empat hari pasca melahirkan, R.A. Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904 diusia 25 tahun.
Walaupun telah tiada, karya tulisan R.A. Kartini berhasil dikumpulkan Mr. JH Abendanon, sahabatnya di Belanda. Pada 1911, sahabatnya tersebut juga menerbitkan karya tulisan R.A. Kartini dalam buku berjudul Door Duisternis tot Licht. Dan pada 1922 buku tersebut terbit dalam bahasa melayu yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Atas jasa dan perjuangannya, Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, melalui surat No.108 Tahun 1964 tertanggal 2 Mei 1964 menetapkan R. A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, sekaligus tanggal lahir R. A. Kartini 21 April dijadikan hari besar Nasional yang diperingati sebagai hari Kartini setiap tahunnya. * Dari berbagai sumber