Topcareer.id – Kementerian Keuangan menanggapi anggapan masyarakat tentang putusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Iuran BPJS naik hampir 100 persen untuk peserta kelas I dan II. Keputusan ini diambil pada saat seluruh masyarakat mengalami krisis akibat pandemi Covid-19.
Banyak masyarakat beranggapan pemerintah mengambil keputusan krusial ini untuk menutup sedikit dari sekian banyak defisit BPJS Kesehatan tahun 2020.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Daksa menyampaikan dalam Media Briefing : Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (LIVE) di youtube pada 13 Mei 2020 menyampaikan bahwa kenaikan iuran bukan digunakan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, melainkan untuk perbaikan ekosistem dari program JKN.
Baca juga: Baru Dibatalkan, Presiden Jokowi Naikkan kembali Iuran BPJS
“Kami ingin menjelaskan bahwa penyesuaian iuran dari JKN lebih kepada ingin agar program tetap berkesinambungan dan juga memberikan layanan tepat waktu dan berkualitas.” Kata Kunta Wibawa Daksa secara virtual.
Kenaikan iuran ini, menurutnya sejalan dengan Putusan MA yang dalam pertimbangannya menekankan kepada pemerintah untuk lebih memperbaiki ekosistem JKN.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku secara efektif mulai 1 Juli 2020. Besaran iuran sebagai berikut:
Kelas I: Rp150.000,-
Kelas II: Rp100.000,-
Kelas III: Rp42.000,- (Peserta hanya membayar Rp25.500 dan selisih sebesar Rp16.500 (dari tarif Rp42.000) dibayar Pemerintah Pusat sebagai bantuan iuran)
Selanjutnya, pada 2021 dan seterusnya, peserta Kelas III hanya diharuskan membayar sebesar Rp35.000. Sedangkan Rp16.500 akan dibayarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai subsidi. *
Editor: Ade Irwansyah