Topcareer.id – Pada sebuah lokakarya di ibu kota Korea Selatan, dua aktivis lingkungan tengah bekerja melelehkan tutup botol plastik tua yang dikumpulkan oleh ribuan sukarelawan yang dikenal sebagai kelompok “burung pipit.”
Kegiatan yang mereka lakukan tak lain hanyalah suatu upaya untuk melawan gelombang limbah plastik, yang telah melonjak akibat pandemi virus corona baru.
Aktivis lingkungan Kim Yona dan Lee Dong-I menggunakan tutup botol untuk membuat alat pemeras kemasan tube, sesuatu yang mereka harap akan bermanfaat dan dapat disimpan oleh konsumen, daripada membuangnya hanya setelah sekali penggunaan.
“Plastik adalah sumber daya yang dapat didaur ulang,” kata Kim (26). “Tapi itu terlalu murah, mudah dibuat dan mudah dibuang, sehingga membuat orang berpikir itu hanya sekali pakai.” Tambahnya.
Para pencinta lingkungan membuka aktivitas mereka di pusat kota Seoul sejak bulan Juli 2020, dan telah menarik sekitar 2.000 sukarelawan untuk bergabung di kelompok “burung pipit” tersebut.
Namanya berasal dari ungkapan Korea, tentang burung yang tidak dapat menahan diri untuk berhenti mematuk.
Baca juga: Kepala Kucing Terperangkap Toples Plastik selama 2 Minggu, Begini Nasibnya
Tidak seperti botol, tutupnya biasanya dibuang di fasilitas daur ulang karena membutuhkan pekerjaan ekstra untuk menyortirnya, kata para aktivis.
“Kami tidak dapat memberi penghargaan kepada mereka karena mengirimkan banyak plastik, tujuan kami hanyalah mengurangi limbah plastik tersebut,” kata Lee.
Virus corona telah menyebabkan lonjakan makanan dan minuman yang dapat dibawa pulang menggunakan plastik di Korea Selatan. Ini memicu peningkatan 14,6% dalam produksi plastik menjadi 6.800 ton dalam delapan bulan pertama tahun ini, menurut data kementerian lingkungan Korea Selatan.
“Saya belum pernah melihat begitu banyak plastik sekali pakai,” kata Lee Yong-gi, veteran berusia 40 tahun di bisnis daur ulang. “Jika kita tidak mendaur ulangnya, itu akan dibuang ke tempat pembuangan sampah.”
Tidak semua limbah yang sampai ke fasilitas benar-benar didaur ulang. Para aktivis tahu bahwa proyek mereka tidak akan menyelesaikan masalah.
“Pabrik pengolahan plastik tidak bisa menjadi solusinya,” kata Lee. “Masalahnya bukan pada plastiknya, itu karena orang-orang menggunakannya hanya sekali pakai. Untuk mengurangi plastik kita harus menggunakannya kembali. Dan daur ulang adalah pilihan terakhir.” Jelasnya.**(Feb)