Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Thursday, April 25, 2024
redaksi@topcareer.id
Covid-19

Pakar UGM Sebut Delirium Rentan dialami Pasien COVID-19 Lansia

Ilustrasi. (dok. Halunen Law)

Topcareer.id – Delirium, gangguan serius pada kemampuan mental dianggap sebagai salah satu gejala COVID-19. Penyakit ini diklaim banyak ditemukan pada pasien COVID-19 di usia lanjut atau lansia atau di atas 65 tahun, terutama pada lansia yang lebih lemah.

Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM), dr. Fajar Maskuri menjelaskan delirium ini rentan terjadi pada lansia, terutama bagi lansia yang lebih lemah. Menurutnya, terdapat beberapa kondisi lain yang menyerupai delirium COVID-19  pada lansia.

“Beberapa di antaranya delirium akibat gangguan kognitif yang bersifat fluktuatif, seperti yang terjadi pada ensefalopati uremikum serta gangguan kognitif yang bersifat terus-menerus seperti pada demensia,” kata Fajar dalam berita rilis, Kamis (17/12/2020).  

Ia menyatakan, ya delirium banyak dijumpai pada pasien COVID-19 lansia, tetapi bukan berarti pasien dengan  usia muda tidak bisa terkena delirium. Ditemukannya delirium pada pasien COVID-19 usia muda menandakan adanya ensefalopati akibat gangguan pernapasan yang berat.

Baca juga: Akibat Covid, Risiko Kematian 60 Tahun Ke Atas Naik 19,5 Kali Lipat

Selain itu, delirium juga dapat terjadi pada pasien-pasien yang mendapat obat-obatan psikotropika karena kondisi penyakit tertentu. Delirium pada pasien COVID-19 disebutkan Fajar berhubungan dengan kegagalan sistem multi-organ.

Karenanya pasien COVID-19 dengan gejala berat berisiko empat kali lipat mengalami delirium. “Delirium pada COVID-19 berhubungan dengan pemanjangan masa rawat inap (length of stay) hingga 3x lipat,” ucapnya. 

Dalam jangka panjang delirium berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih buruk pada pasien-pasien COVID-19 yang dirawat. Sebab, pasien membutuhkan pemantauan jangka panjang untuk menilai beban akibat delirium yang sebenarnya.

Sementara, lanjutnya, pada beberapa pasien COVID-19 dengan gejala ringan yang tidak membutuhkan rawat inap dilaporkan mengalami gangguan konsentrasi yang terus-menerus dan penurunan memori jangka pendek (‘brain fog’).

Oleh sebab itu, evaluasi sistem saraf dan kognitif menjadi penting untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut serta untuk menentukan terapi rehabilitasi yang dibutuhkan pasien.

“Karenanya kenali dan waspadai delirium yang dapat menjadi gejala awal COVID-19. Segera periksakan ke pusat pelayanan kesehatan terdekat bila ada keluarga yang dicurigai mengalami kondisi delirium,” tegasnya.**(Feb)

Leave a Reply