Topcareer.id – Work From Anywhere atau WFA sebenarnya bukanlah hal baru. Beberapa pekerja di bidang tertentu sudah banyak yang melakukannya sejak lama.
Namun, pandemi Covid-19 yang telah melanda setahun lebih, akhirnya membawa WFA menjadi lebih familiar.
Kebijakan yang mengharuskan sebagian besar masyarakat untuk mengurangi aktivitas, termasuk tak berangkat ke kantor, membuat mode kerja ini menjadi alternatif selain Work From Home (WFH).
Dian misalnya, karyawan swasta ini memutuskan untuk memilih WFA setelah perusahaan tempatnya bekerja mengeluarkan kebijakan pemotongan gaji hingga nyaris mencapai 50%, lantaran terdampak pandemi.
Dian, yang baru saja dianugerahi anak pertamanya, mengajukan permohonan WFA karena merasa tak mampu bertahan untuk merantau di Jakarta, dengan gaji barunya tersebut.
“Jika masih harus kost di Jakarta, akan susah bagi saya untuk membayar cicilan-cicilan yang saya miliki, serta memenuhi kebutuhan sehari-hari istri dan anak saya yang masih bayi,” ujarnya kepada Topcareer.id, belum lama ini.
Beruntung, kantor menyetujui permintaannya tersebut, sehingga saat ini ia bisa bekerja dari rumahnya yang berada di Yogyakarta.
Baca juga: Setahun Pandemi: Begini Repotnya Reporter Cari Informasi Kredibel
Selama WFA, Dian mengaku banyak terbantu oleh jam kerja yang cukup fleksibel. Jika biasanya ia mulai bekerja pada pukul 09.00 pagi (itu pun setelah harus melakukan perjalanan selama 30 menit ke tempat kerja), kini ia bisa memulai pekerjaannya lebih pagi, yakni pukul 07.00, sehingga target hariannya lebih memungkinkan untuk selesai tepat waktu.
Namun, bukan berarti metode kerja yang dipilihnya ini tanpa kendala. Dian mengaku ada sejumlah rintangan yang kadang muncul dan membuatnya pusing.
“Yang paling gawat sih kalau pas ada gangguan sinyal, atau kena giliran mati listrik dengan kondisi laptop atau handphone yang sedang low-battery, tapi itu enggak fatal kok, yang terpenting kita selalu siaga untuk memastikan semuanya tetap terkendali ketika itu terjadi,” ujarnya.
Sejauh ini, semua tugas harian yang diberikan bisa diselesaikan Dian sesuai jadwal. Dian juga mengaku sudah nyaman dengan WFA, dan berharap kebijakan kerja jarak jauh ini bisa berlangsung permanen.
“Teknologi sekarang saya rasa sudah sangat memungkinkan untuk itu. Mulai dari kebutuhan untuk meeting, kontrol absensi, hingga pengecekan hasil kerja. Jadi saya berharap ini akan menjadi sesuatu yang terus dilakukan, bahkan setelah pandemi berakhir.”
Rizki, seorang wartawan di media asing yang telah menjalani WFA sejak sebelum pandemi, juga menyebut pola kerja WFA sebagai cara kerja yang paling tepat bagi seorang wartawan.
Menurutnya, WFA membuatnya leluasa untuk mencari berita, tanpa harus terjebak dengan kegiatan berangkat-pulang kantor yang menyita waktu.
“Untuk koordinasi, sekarang sudah mudah banget dengan adanya skype, google meeting, dan sebagainya. Jadi pengejaran isu-isu penting akan menjadi lebih cepat dan efisien dalam hal waktu,” ujarnya.
Baca juga: WHO: Masih Terlalu Dini Berharap Pandemi Usai Akhir 2021
Saat ditanya perbedaan WFA di masa sebelum dan saat pandemi, Rizki menyebut jika yang paling terasa adalah lokasi untuk menyelesaikan pekerjaannya.
“Sebelum pandemi, kita biasanya suka mencari kafe terdekat dari lokasi berita untuk menulis. Tapi dengan adanya, pembatasan kegiatan di luar rumah, sekarang pekerjaan banyak saya lakukan dari dalam rumah,” ucap Rizki.
Di luar itu, baik Dian maupun Rizki sepakat jika WFA dan WFH membutuhkan kedisiplinan dan komitmen yang tinggi. Mereka juga menuturkan jika kemampuan membagi waktu adalah hal penting yang harus dimiliki.
“Kalau tanpa itu semua, takutnya bakal terus-terusan bekerja dan enggak selesai-selesai, sampai mengorbankan kehidupan pribadi,” kata Dian.
Nah, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu saat ini sedang menjalani WFA atau WFH juga, atau masih bekerja dari kantor? Ceritakan pengalaman kamu di kolom komentar, ya!**(Feb)
.