Topcareer.id – Moderna Inc mengatakan pada hari Senin (7/3) bahwa pihaknya berencana untuk mengembangkan dan mulai menguji vaksin yang menargetkan 15 patogen paling mengkhawatirkan di dunia pada tahun 2025.
Perusahaan bioteknologi asal AS ini juga mengatakan akan membuat teknologi messenger RNA (mRNA) tersedia bagi para peneliti yang mengerjakan vaksin baru untuk penyakit yang muncul dan terabaikan melalui program yang disebut mRNA Access.
Moderna mengumumkan strateginya menjelang KTT Kesiapsiagaan Pandemi Global yang disponsori oleh pemerintah Inggris dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI).
Moderna telah bekerja sama dengan mitranya dalam pembuatan vaksin terhadap 15 patogen yang meliputi Chikungunya, demam berdarah Krimea-Kongo, Dengue, Ebola, Malaria, Marburg, demam Lassa, MERS, dan COVID-19.
“Kolaborasi tersebut termasuk vaksin virus Nipah dengan Institut Kesehatan Nasional AS dan vaksin HIV dengan Gates Foundation serta International AIDS Vaccine Initiative,” kata Presiden Moderna Stephen Hoge.
Perusahaan akan mencari mitra baru untuk yang lain atau mengembangkannya secara internal.
Kepala Eksekutif Moderna Stephane Bancel mengatakan bahwa 15 virus diketahui merupakan ancaman yang belum ditangani oleh banyak pembuat obat besar.
Di awal pandemi COVID, Moderna berjanji untuk tidak memberlakukan paten vaksinnya selama fase darurat krisis kesehatan.
Itu memungkinkan pengembangan pabrik pembuatan vaksin di Afrika yang didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal tersebut merupakan bagian dari proyek percontohan untuk memberi negara-negara miskin dan berpenghasilan menengah pengetahuan cara membuat vaksin COVID-19.
Baca juga: Moderna Uji Coba Booster Spesialis Omicron
Moderna mengatakan akan membuat janji itu permanen untuk 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memenuhi syarat di bawah COVAX yang dipimpin oleh aliansi vaksin GAVI.
Seorang juru bicara perusahaan mengatakan Moderna tidak akan memberlakukan paten untuk vaksin COVID-19 yang dikembangkan di Afrika Selatan.
Meskipun tidak akan memberlakukan patennya di negara-negara ini, Hoge mengatakan Moderna tidak bermaksud untuk berbagi teknologi vaksinnya.
Sebelumnya perusahaan mengatakan akan mendirikan fasilitas manufaktur di Kenya, yang pertama di Afrika, untuk memproduksi vaksin mRNA.
Sebagai bagian dari rencana pandemi masa depan, Moderna bermaksud untuk membuat teknologinya tersedia untuk laboratorium penelitian akademis. Ini mereka siapkan untuk menguji teori mereka sendiri tentang vaksin dan bagaimana cara mengatasi penyakit yang muncul dan terabaikan.
Hoge mengatakan beberapa di antaranya pada akhirnya dapat menghasilkan kemitraan dengan Moderna untuk mengatasi 15 patogen prioritas.
“Yang ingin kami pastikan terjadi adalah para ilmuwan yang memiliki ide hebat tentang bagaimana mereka dapat membuat vaksin akan dapat mengakses standar dan teknologi kami, hampir seperti mereka bekerja di Moderna,” kata Hoge.
Awalnya, program ini akan dimulai dengan beberapa laboratorium akademik, tetapi Hoge mengharapkannya untuk berkembang pesat.
Mengutip Reuters, dia melihat program itu sebagai cara untuk memperluas penemuan vaksin menggunakan teknologi mRNA.