TopCareer.id – Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera belakangan menuai sederet penolakan dari kalangan pekerja. Apalagi terbaru, program ini juga kabarnya bakal menyasar mereka yang berprofesi sebagai ojek online atau ojol.
Terkait hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), mengatakan mereka masih mengkaji rencana pemotongan penghasilan ojek online untuk simpanan Tapera.
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI & Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengaku masih menyusun aturan teknis terkait dengan ojol.
“Memang saat ini kami Kementerian Ketenagakerjaan sedang Menyusun aturan teknis dalam bentuk Permenaker mengenai pengaturan tentang Ojol,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers di tapera.go.id, Selasa (4/6/2024). Menurut Indah, public hiring juga masih belum selesai dilakukan.
“Pada saatnya akan kita pertemukan atau kita harmonikan antara Permenaker Pelindungan Ojol dan Pekerja Dalam Paltform Digital Workers dengan penting atau urgent nggak mereka masuk dalam skema Tapera. Jadi kalau sekarang belum bisa saya jawab,” imbuhnya.
Baca Juga: Apindo Dan Serikat Buruh Minta Tapera Dikaji Ulang
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) secara tegas menolak pemberlakuan Undang-Undang No.4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Melalui siaran pers di laman resminya, dikutip Senin (3/6/2024), KSBSI menyatakan bahwa “UU Tapera ini dipaksakan harus menjadi undang-undang karena untuk lebih muda melakukan pengumpulan dana dari upah para buruh dengan mengkemas untuk perumahan buruh.”
Turunan dari UU ini berupa Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020, yang mewajibkan iuran terhadap pekerja swasta dan mandiri, sebesar 2,5% dari upahnya dan dari pengusaha/pemberi kerja sebesar 0,5% sehingga menjadi 3% yang diperuntukkan wajib bagi semua pekerja baik yang sudah punya rumah, sedang mencicil rumah, sehingga tidak patut diwajibkan untuk dipotong upahnya.
KSBSI mengatakan, penerapan UU Tapera tidak menjamin dengan upah yang dipotong sejak usia 20 tahun sampai pensiun, buruh akan mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi, sistem hubungan kerja yang fleksibel atau kerja kontrak yang dirasa masih jauh dari harapan.
“UU Tapera bukanlah UU yang mendesak sehingga harus dipaksa berlaku,” ujar keterangan tertulis KSBSI.