Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Edukasi

Minat Belajar Sains pada Generasi Muda Dinilai Menurun, Kenapa?

Ilustrasi ahli matematika-mathIlustrasi matematika

TopCareer.id – Minat generasi muda untuk belajar ilmu sains, khususnya fisika, dinilai menurun.

Banyak artikel yang menyoroti anjloknya minat siswa terhadap sains. Bagi para akademisi yang berkecimpung di bidang ini, kondisi tersebut dinilai harus dapat perhatian dari banyak pihak.

Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Kerjasama FMIPA UGM Wiwit Suryanto menilai, ada banyak faktor yang menyebabkan minat siswa terhadap sains, di antaranya metode pengajaran kurang menarik.

Ia mengatakan banyak faktor menjadi penyebab minat siswa terhadap sains di antaranya metode pengajaran kurang menarik.

Saat ini, sistem pendidikan masih berfokus pada hafalan rumus dan teori tanpa memberikan pengalaman eksplorasi yang cukup.

“Belum lagi, kurangnya eksperimen dan praktik langsung membuat sains terasa abstrak dan sulit dipahami,” kata Wiwit, seperti dikutip dari laman resmi UGM, Selasa (25/2/2025).

Menurut Wiwit, kurangnya minat terhadap sains juga karena ilmu ini kerap dianggap tidak bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Bahkan, tidak sedikit siswa mempertanyakan manfaat belajar sains karena jarang dikaitkan dengan teknologi sehari-hari yang bersinggungan dengan hidup mereka seperti smartphone, internet, atau kendaraan listrik.

Baca Juga: Kisah Marie Curie, Wanita Brilian Penemu Unsur Radioaktif

Belum lagi, kata Wiwit, banyak yang mempersepsikan dan membayangkan bahwa sains sebagai ilmu yang sulit dan hanya untuk orang jenius.

“Ketidakmampuan melihat manfaat langsung dari ilmu sains membuat mereka kehilangan motivasi untuk mempelajarinya,” kata Wiwit.

“Banyak siswa merasa takut terhadap simbol, angka, dan persamaan matematika yang kompleks. Narasi hanya orang jenius yang bisa memahami membuat banyak siswa menyerah sebelum mencoba,” imbuhnya.

Padahal, dia mencontohkan, Michael Faraday yang merupakan bapak elektromagnetik, bukanlah jago matematika atau fisika teori. Ia hanya sangat betah dalam mengotak atik alat eksperimen di laboratorium.

Sehingga, kurangnya figur inspiratif di bidang sains turut punya andil dalam menurunnya minat anak muda untuk belajar sains.

“Banyak orang tidak tahu tentang siapa Michael Faraday. Sains jarang dipromosikan melalui media populer, sementara profesi di bidang bisnis, seni, dan hiburan lebih banyak mendapat sorotan,” kata Faraday.

Hal ini, kata Wiwit, membuat kurangnya role model ilmuwan atau inovator yang dapat menginspirasi mereka.

“Mungkin zaman saya dulu ada Pak Habibie yang begitu saya idolakan seorang teknokrat hebat. Tampaknya kita perlu figur-figur ahli sains yang sering ditampilkan di media,” Wiwit berujar.

Dampak Terhadap Indonesia

Wiwit mengatakan, jika generasi muda makin tak berminat pada sains, dampaknya adalah pada kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Indonesia sebagai bangsa besar akan terus tergantung pada teknologi negara asing.

Wiwit menambahkan, tanpa ilmuwan dan insinyur yang kompeten, Indonesia hanya akan menjadi konsumen teknologi, bukan produsen.

“Negara tentu akan semakin bergantung pada teknologi impor, yang dapat menghambat kemandirian dan daya saing nasional,” imbuhnya.

Di era persaingan saat ini, negara-negara maju seperti China, Jepang, Taiwan, Korea, dan Amerika Serikat, berinvestasi besar-besaran pada riset sains dan teknologi.

Jika generasi muda Indonesia tidak tertarik pada sains, negara akan makin tertinggal dalam persaingan global. Kondisi ini akan berujung pada lemahnya daya saing.

Baca Juga: Astronot Wanita Ini Menginspirasi Para Gadis Muda agar Berkarier di Bidang Sains

Menurut Wiwit, ini juga dapat membuat negara minim inovasi untuk menyelesaikan masalah nasional seperti penyelesaian soal krisis energi, perubahan iklim, ketahanan pangan, dan mitigasi bencana alam.

“Tanpa ilmuwan dan peneliti muda, sulit bagi Indonesia untuk menemukan solusi inovatif bagi masalah-masalah ini,” kata Wiwit.

Wiwit menilai, sistem pendidikan di Indonesia masih memiliki kelemahan dalam menarik minat siswa terhadap sains. Pembelajaran terlalu fokus pada rumus dan definisi, bukan eksplorasi dan pemecahan masalah.

Kurangnya pendekatan interaktif serta fasilitas laboratorium yang kurang memadai juga menjadi kendala.

“Evaluasi berbasis ujian, bukan pemahaman konseptual. Model ujian masih mengutamakan hafalan, bukan kreativitas dan pemahaman yang mendalam,” ujarnya.

Ubah Metode Mengajar

Untuk meningkatkan minat siswa terhadap sains, Wiwit mengusulkan beberapa solusi seperti mewajibkan pelajaran sains dan mengubah metode mengajar dari hafalan ke eksplorasi.

Selain itu, dibutuhkan peningkatan pembelajaran berbasis eksperimen dan proyek nyata, disertai penggunaan teknologi digital seperti simulasi, augmented reality, dan coding interaktif.

Bisa juga dengan memperlihatkan relevansi sains dalam kehidupan sehari-hari, terlebih mengaitkan pelajaran sains dengan teknologi modern yang digunakan para siswa.

Baca Juga: Bisakah Sains Sembuhkan Patah Hati?

Ia juga menyarankan kunjungan industri, kolaborasi dengan perusahaan teknologi, serta menghadirkan role model seperti ilmuwan dan inovator Indonesia.

“Jika memungkinkan menghadirkan role model agar menginspirasi para siswa. Misal menghadirkan ilmuwan dan inovator Indonesia yang sukses di bidang sains dan teknologi,” kata Wiwit.

“Mengadakan program mentorship dan seminar inspiratif tentang karier di bidang sains dengan disertai perbaikan kurikulum dan lainnya,” pungkasnya.

Leave a Reply