Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Saturday, April 20, 2024
redaksi@topcareer.id
Lifestyle

50 Persen Milenial Resign karena Kesehatan Mental

Ilustrasi karyawan kerja ke kantor.Dok. Parade

Topcareer.id – Sebuah studi yang dilakukan oleh Mind Share Partners, SAP, dan Qualtrics menunjukkan bahwa setengah generasi milenial dan 75 persen Gen Z meninggalkan pekerjaannya (resign) karena alasan kesehatan mental. Wow!

Studi yang diterbitkan dalam Harvard Business Review ini mensurvei 1.500 responden berusia 16 tahun dan lebih tua yang bekerja fulltime di Amerika Serikat.

Angka persentase milenial dan gen Z itu secara signifikan lebih tinggi daripada persentase keseluruhan responden yang mengatakan bahwa mereka telah meninggalkan pekerjaan karena alasan kesehatan mental, 20 persen.

Baca juga: Ini Tantangan Kelola Pekerja Milenial dan Cara Atasinya ala DANA

“Ini menunjukkan perubahan generasi dalam kesadaran,” kata penulis laporan tersebut, Kelly Greenwood, Vivek Bapat, dan Mike Maughan dalam laman Business Insider.

Pergeseran itu tidak mengherankan, mengingat bahwa milenial juga dikenal sebagai ‘generasi terapi,’ yakni generasi yang merasa bahwa terapi merupakan bentuk perbaikan diri. Peggy Drexler menulis dalam esai bulan Maret untuk The Wall Street Journal bahwa milenial ini sadar akan kesehatan mental mereka dan membantu mendestigmatisasi terapi.

Baca juga: Ini Kriteria Karyawan Milenial yang Diinginkan DANA. Kamu Punya?

Milenial, katanya, melihat terapi sebagai bentuk perbaikan diri – dan mereka juga menderita keinginan untuk menjadi sempurna, membuat mereka mencari bantuan ketika mereka merasa belum memenuhi harapan mereka.

Burnout juga jadi masalah utama milenial

Ivan De Luce dari Business Insider melaporkan bahwa kasus-kasus burnout (kelelahan dalam bekerja) juga meningkat pada titik yang mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.

Bahkan WHO (World Health Organization) baru-baru ini mengklasifikasikan burnout sebagai suatu sindrom, yang secara medis melegitimasi kondisi tersebut untuk pertama kalinya.

Ini adalah masalah yang berkembang di tempat kerja karena faktor meningkatnya beban kerja, tapi karyawan terbatas, dan kerja hingga berjam-jam, terutama untuk milenial. Mereka milenial juga menganggap diri mereka sebagai “generasi burnout.”

Baca juga: Ingin Kaum Milenial Setia dengan Perusahaan? Lakukan 4 Cara Ini

Sebanyak 86 persen responden dalam studi Mind Share Partners, SAP, dan Qualtrics mengatakan budaya perusahaan harus mendukung kesehatan mental.

“Kesehatan mental menjadi perbatasan keanekaragaman dan inklusi berikutnya, dan karyawan ingin perusahaan mereka mengatasinya,” catat para penulis. *

Editor: Ade Irwansyah

Leave a Reply