Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Friday, April 19, 2024
redaksi@topcareer.id
Tren

Pengamat: Bahaya, Coba-coba Pembatasan Transportasi Umum Saat Wabah Corona

Penumpukan penumpang Commuterline di stasiun, Senin (23/3/2020). (dok. Viva.co.id)

Topcareer.id – Senin (23/3/2020) pagi kemarin moda transportasi umum di Jakarta dibatasi jam operasionalnya. Kereta MRT, LRT, bus Transjakarta dan kereta Commuterline berkurang baik jam operasinya maupun jumlah armadanya mengikuti himbauan Pemerintah untuk melakukan social distancing di tengah wabah corona.

Namun, pada kereta Commuterline terjadi penumpukan di stasiun-stasiun maupun pada gerbong-gerbong kereta. Senin pagi kemarin, jam operasional seluruh lintas/rute KRL dibatasi beroperasi mulai pukul 06:00 – 20:00 WIB. Yang dioperasikan hanya 713 perjalanan KRL Jabodetabek dari normal 991 perjalanan dan waktu pukul 04.00 hingga 24.00 WIB. Artinya, terdapat pengurangan sebanyak 29 persen perjalanan KRL. Headway (jarak antar kereta) KRL juga lebih panjang 10-15 menit dari sebelumnya 5-10 menit.

Karena terjadi penumpukan penumpang Senin pagi kemarin, di siang hari keputusan itu dianulir. Mulai pukul 15.00 Senin, jam operasional Commuterline beroperasi seperti biasa hingga pukul 24.00.

Baca juga: Cegah Corona: Jam Operasional Transportasi Umum Dibatasi, Bebas Ganjil Genap Diperpanjang

Menurut pengamat transportasi Deddy Herlambang penumpukan penumpang KRL di pagi hari sangat logis terjadi. “Karena penumpang yang biasanya berangkat jam 4.00 pagi kini harus berkumpul jam 6.00 otomatis terjadi penumpukan di peron dan di perjalanan kereta, dan jadual perjalanan juga berkurang dengan headway juga bertambah lama membuat kondisi tidak nyaman baik secara keselamatan dan secara kesehatan dalam mengurangi virus,” ujarnya pada Topcareer.id, Senin.

Sangat ironis apabila perjalanan angkutan umum dikurangi namun pekerja formal masih tetap bekerja. Memang, meski Presiden Jokowi telah menghimbau masyarakat untuk bekerja dari rumah, belum semua perusahaan swasta mematuhi imbauan itu. Pekerja informal yang mengandalkan pendapatan harian dari bekerja di Jakarta juga masih mengandalkan KRL yang tarifnya murah.

“Pengguna KRL dari jauh seperti Bogor dan terjauh Rangkasbitung yang 99% mereka menggunakan sarana rail base (KRL) apabila akan bekerja di DKI Jakarta, karena dari Rangkasbitung tidak aja jalan tol,” bilang Deddy.

Orang-orang berada berdekatan di angkutan umum di tengah virus corona yang mewabah tentu membahayakan.

Menurut Deddy, membuat kebijakan pembatasan angkutan umum lalu menganulirnya membahayakan. “Akibat kebijakan trial & error yang gagal untuk mengurangi angkutan massal bila tidak ada sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir (secara makro),” katanya. Artinya masih sangat berbahaya metoda trial & error ini apabila masih dipaksakan oleh pemerintah bila tanpa didukung oleh data-data yang signifikan.

Baca juga: Tips Hindari Virus Corona di Transportasi Umum

Dalam sehari, menurut hasil studi yang dilakukan JICA (2019) ada sekitar 8 juta pergerakan dari Bodetabek menuju Jakarta. Mereka mengandalkan transportasi umum murah seperti KRL.

Efektif bila Lockdown diberlakukan

Mengurangi penyebaran virus COVID-19 salah satu caranya memang dengan membatasi ruang gerak warga. Angkutan umum dibatasi jumlah maupun jam operasinya atau ditiadakan sama sekali. Namun, hingga saat ini pemerintah belum memberlakukan lockdown atau penutupan wilayah yang memaksa setiap orang, baik pengusaha, pekerja formal maupun informal berada di rumah masing-masing. Sejauh ini, pembatasan mobilitas baru di tahap himbauan.

“Apabila tidak ada karantina wilayah, angkutan umum tidak bisa serta ditutup bahkan dibatasi karena sesuai konstitusi pemerintah wajib menyediakan angkutan umum,” kata Deddy.

Baca juga: Wabah Corona, London Tutup Puluhan Stasiun Kereta dan Transportasi Umum

Ia melanjutkan, apabila tidak ada kebijakan karantina wilayah (lockdown) pemerintah hanya bisa memberi saran menghimbau untuk bekerja di rumah. Social distancing di angkutan umum juga tidak akan berhasil apabila sektor swasta masih aktif bekerja. Tanpa kebijakan lockdown yang memaksa, pemerintah tidak punya hak melarang seseorang bekerja apabila perkantoran masih aktif normal beroperasi.

Sementara itu, menurut Djoko Setijowarno, juga pengamat transportasi, angkutan umum di tengah wabah corona justru tidak dibatasi operasionalnya. “Kebijakan yang diambil pemerintah bukan lockdown, tetapi social distancing, yaitu menjaga jarak interaksi. Jadi, layanan transportasi umum harus tetap normal,” kata Djoko pada Topcareer.id.

Ia melanjutkan, yang perlu dilakukan justru menambah kapasitas penumpang (jadwal keberangkatan ditambah) transportasi umum dengan cara memperkecil jarak antar bus dan kereta. Itu perlu dilakukan sebagai upaya agar tidak terjadi desak-desakan di halte dan stasiun serta di dalam bus dan kereta. *

the authorAde Irwansyah

Leave a Reply