Topcareer.id – Tingkat perceraian telah meningkat tajam di China akibat penerapan ketat aturan lockdown yang bertujuan untuk mengekang penyebaran virus corona.
Selain itu juga ada peningkatan laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kota-kota China seperti Xi’an dan Dazhou mencatat jumlah pengajuan perceraian yang tinggi pada awal Maret 2020, dan sangat merepotkan kantor-kantor pemerintah setempat, menurut laporan dari Bloomberg.
Panitera di pusat pendaftaran perkawinan mengatakan mereka memproses banyak sekali gugatan perceraian dalam satu hari dan bahkan tidak punya waktu untuk minum air.
Sejak 10 Februari 2020, total 311 pernikahan telah terdaftar di kota Miluo. Namun, jumlah gugatan perceraian juga telah mencapai 206, dengan maksimum 18 proses perceraian per hari, menurut laporan dari pejabat setempat di Miluo.
Baca juga: Perusahaan atau Bisnis Harus Tetap Berjalan di Tengah Pandemi Corona, Lakukan Hal Ini
Mengapa begitu banyak perceraian diajukan? Direktur pusat pendaftaran kota, Yi Xiaoyan punya jawaban diplomatis. “Masalah sepele dalam hidup menyebabkan eskalasi konflik, dan komunikasi yang buruk telah menyebabkan semua orang kecewa dalam pernikahan dan membuat keputusan untuk perceraian.”
Seorang pengacara perceraian di Shanghai, Steve Li di Gentle & Trust Law Firm, mengatakan total kasusnya meningkat 25 persen sejak lockdown mulai mereda pada pertengahan Maret lalu.
Kelamaan lockdown
Li menambahkan bahwa alasan utama orang mengajukan perceraian melalui perusahaannya adalah bahwa “orang biasanya punya waktu untuk memiliki urusan lain ketika mereka tidak di rumah.” Mereka jadi tertekan saat memaksa diri untuk tinggal di rumah bersama ketika mereka pada umumnya sering berada di luar.
Mengutip Thehill.com, Selasa (5/5/2020), dia juga mengatakan waktu ekstra yang dihabiskan bersama pasangan dan anggota keluarga sudah terlalu banyak dan berlebihan bagi banyak orang.
“Semakin banyak waktu yang mereka habiskan bersama, semakin mereka membenci satu sama lain,” kata Li tentang banyaknya kasus perceraian baru-baru ini. “Orang-orang membutuhkan ruang. Bukan hanya untuk pasangan – ini berlaku untuk semua orang,” tambahnya.
Baca juga: Penderita Kanker yang Punya Pasangan Berpeluang Hidup Lebih Lama
Sebuah studi klinis stres dan tekanan psikologis yang disebabkan oleh wabah SARS menemukan depresi dan kecemasan pada populasi umum Hong Kong pada tahun 2004 meningkat sebesar 21 persen dari pada tahun 2002. Jika wabah Covid-19 menyebabkan tingkat stres yang serupa pada populasi umum, itu dapat mempengaruhi hubungan juga.
Pemerintah berharap hasil dari memaksa orang tetap bersama di rumah akan memiliki efek yang berlawanan, karena poster tentang iklan Keluarga Berencana (KB) telah banyak beredar untuk mendorong pasangan membuat lebih banyak anak sementara “kebijakan anak kedua” telah dilonggarkan.
Polisi melaporkan di sebuah daerah di sepanjang Sungai Yangtze di provinsi Hubei tengah, dekat pusat epidemi di Wuhan, menerima 162 laporan kekerasan dalam rumah tangga pada Februari – tiga kali lebih banyak daripada yang dilaporkan selama bulan yang sama pada 2019 lalu.
Terlepas dari laporan ini, beberapa pasangan juga ada yang menemukan kebahagiaan karena dikurung bersama. *