Topcareer.id – Menjaga imunitas tubuh menjadi hal penting di masa pandemi. Bila tak bisa dipenuhi dengan makanan bergizi, mengkonsumsi suplemen bisa jadi jalan pintas.
Berbagai klaim kebaikan suplemen bertebaran. Namun sebenarnya hingga kini penggunaan suplemen untuk mendongkrak kualitas kesehatan masih diperdebatkan. Pada awal Maret, misalnya, sekelompok ilmuwan dari Universitas Kopenhagen, Denmark, mengumumkan hasil penelitian mereka: bila terlalu sering mengkonsumsi suplemen antioksidan seperti vitamin A, E, dan beta karoten, usia bisa menciut.
Ada juga penelitian yang menyatakan, terlalu banyak mengkonsumsi vitamin C akan mengganggu penyerapan tembaga. Meskipun tubuh membutuhkan tembaga dalam jumlah sangat kecil, zat itu penting untuk mengatur susunan kimia dan kinerja tubuh.
Baca juga: Tips Traveling Sehat di Masa New Normal
Penelitian lain menyebutkan, terlalu banyak fosfor akan menghambat penyerapan kalsium. Lalu, kelebihan vitamin A, D, K, dan zat besi yang tidak dapat dibuang tubuh, berbalik menjadi racun.
Namun beragam penelitian tentang dampak buruk suplemen juga masih menjadi perdebatan. Untuk itulah, suplemen harus digunakan menurut aturan. Logikanya, jika obat-obatan ada dosisnya, suplemen pun harus ada takarannya.
Nah, agar mengetahui takarannya, calon konsumen harus mengerti dahulu mengapa suplemen diperlukan. Lingkungan (tanah, air, udara) yang tercemar dan pola hidup tak sehat—makan sembarangan, stres, dan kurang olahraga—mengakibatkan radikal bebas dalam tubuh meningkat.
Jika masih dalam takarannya, radikal bebas berguna bagi tubuh, misalnya untuk memerangi peradangan, membunuh bakteri, mempertahankan elastisitas otot polos dan pembuluh darah, serta membantu menjaga fungsi organ-organ dalam tubuh.
Baca juga: Hubungan Dokter-Pasien yang Kuat Tingkatkan Kekebalan Tubuh?
Sebaliknya, jika jumlahnya berlebihan, radikal bebas akan merusak sel sehat, terutama inti sel atau DNA. Radikal bebas berlebih juga bisa mengakibatkan sistem tubuh terganggu. Tanda-tandanya, mengantuk sesudah makan dan gampang lelah. Tubuh sehat tapi tidak bugar.
Kalau hal itu dibiarkan, proses penuaan bakal lebih cepat. Tulang juga cepat mengeropos, persendian terganggu. Lalu muncul obesitas, diabetes, dan penyumbatan pembuluh darah yang bisa mencetus serangan jantung.
Supaya radikal bebas tak merajalela, tubuh secara otomatis memproduksi zat antioksidan. Dalam bukunya, Antioxidant Revolution, Presiden Cooper Aerobics Center, Dallas, Amerika Serikat, Kenneth H. Cooper, menyebut bahwa antioksidan merupakan terobosan terbaru dalam ilmu kedokteran preventif. Kata ”antioksidan” pun kemudian menjadi kata sakti bagi orang-orang yang ingin hidup sehat.
Baca juga: Atelophobia, dan Cara Mengatasinya
Sayangnya, produksi antioksidan menurun begitu seseorang melewati usia 30 tahun. Nah, agar produksi antioksidan tetap terjaga, dibutuhkan tambahan an-tioksidan lewat asupan vitamin, mineral, dan enzim yang banyak dikandung sayur dan buah. Zat warna (fitokimia) buah-buahan ini dipercaya manjur menangkal serangan radikal bebas.
Masalahnya, untuk mencukupi kebutuhan antioksidan itu, tak cukup hanya dengan satu atau dua porsi buah dan sayur. Seseorang setiap hari harus bisa menghabiskan minimal lima porsi buah serta tiga porsi sayur, dari jenis dan warna yang berbeda. Karena target itu tak mungkin dipenuhi, suplemen diperlukan untuk melengkapi zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
Hanya, suplemen antioksidan juga tidak bisa digunakan sendiri-sendiri. Misalnya, jika hanya mengandalkan suplemen vitamin C atau E dosis tinggi, salah-salah produksi radikal bebas malah makin meningkat. Sebaiknya kombinasi vitamin E, C, karotenoid, dan fitokimia.
Penjelasannya begini. Vitamin C akan menangkap radikal bebas. Tapi, jika berlebihan, vitamin C juga berubah jadi radikal dan membutuhkan pasangan berupa vitamin E. Setelah ”menangkap” vitamin C, vitamin E pun ikut-ikutan radikal. Untuk menetralkannya diperlukan bantuan zat lain, yakni karotenoid dan fitokimia tadi.
Baca juga: Bahaya Kekurangan dan Kelebihan Vitamin yang Wajib Kamu Tahu
Masih ada lagi. Selain memerlukan suplemen antioksidan, tubuh juga membutuhkan suplemen lain seperti kalsium, omega 3, zat besi, dan asam folat. Kebutuhan kalsium, katanya, 800-1.000 miligram sehari. Padahal dari makanan cuma terpenuhi 300 miligram, kecuali rutin minum susu dua kali sehari.
Perlu juga diingatkan masyarakat agar jeli memilih suplemen yang tepat menurut kebutuhan. Suplemen yang baik harus bebas dari bahan kimia, pestisida, kadarnya terjamin, dan yang paling penting terbukti secara ilmiah lewat banyak penelitian (evidence base medicine).
Sedangkan kandungan yang diperbolehkan dalam suplemen cuma vitamin, mineral, asam amino, enzim, dan substansi bioaktif, baik dari hewan, tumbuhan, maupun dalam bentuk sintetisnya.
Perhatikan pula dosisnya. Sekarang ini banyak sekali suplemen kesehatan, terutama vitamin berdosis tinggi. Misalnya vitamin C hingga 1.000 miligram. Institute of Medicine Amerika Serikat sudah memberikan batasan, baik dari makanan maupun suplemen, vitamin C maksimal hanya 2.000 miligram sehari, dan vitamin E 1.000 miligram sehari. Lebih dari itu dikhawatirkan akan menimbulkan efek samping buat tubuh.
Ingat juga, produk suplemen yang baik harus menyerupai obat-obatan: berbentuk tablet, kaplet kapsul, bubuk, cairan dengan batasan dosis yang jelas. Selain itu, berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan, suplemen tak boleh mengklaim bisa mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit. * Dari berbagai sumber