Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Saturday, April 27, 2024
redaksi@topcareer.id
Lifestyle

Apa Itu Learned Helplessness, Bagaimana Cara Mengatasinya?

freepik

Topcareer.id Learned helplessness atau ketidakberdayaan yang dipelajari terjadi ketika seseorang terus-menerus menghadapi situasi negatif dan tidak terkendali dan akhirnya berhenti berusaha mengubah keadaan mereka, bahkan ketika mereka memiliki kemampuan untuk melakukannya.

Di masa krisis akibat pandemi virus corona seperti sekarang ini, semakin banyak orang yang mengalami learned helpessness terutama mereka yang mengalami PHK dan tak kunjung mendapat pekerjaan kembali.

Istilah ini diciptakan pada tahun 1967 oleh psikolog Amerika Martin Seligman dan Steven Maier. Pasangan ini sedang melakukan penelitian tentang perilaku hewan yang melibatkan penyetruman listrik kepada anjing. Anjing yang mengetahui bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri dari guncangan berhenti mencoba dalam percobaan berikutnya, bahkan ketika menjadi mungkin untuk menghindari guncangan dengan melompati penghalang. (Para peneliti kemudian menyadari bahwa mereka telah mengambil perilaku yang sedikit berbeda, kontrol belajar, tetapi penelitian sejak itu mengkonfirmasi bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari terjadi.)

Fenomena ini tak hanya ada pada spesies hewan, tetapi juga pada manusia. Sebagai contoh, Seligman membuat peserta penelitian mendapatkan suara yang keras dan tidak menyenangkan, dengan tuas tidak bisa menghentikan suara. Mereka yang tuasnya tidak bisa menghentikan suara di babak pertama berhenti berusaha mematikan suara yang mengganggu itu di babak kedua.

Baca Juga: Studi: Orang Depresi, Alami Mimpi 3 Kali Lebih Banyak

Di dunia nyata, ketidakberdayaan yang dipelajari dapat muncul dari dan berkontribusi pada depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma. Selama episode depresi, misalnya, seseorang mungkin percaya bahwa tidak ada yang akan mengakhiri penderitaan mereka, sehingga mereka berhenti mencari bantuan sepenuhnya.

Konsep ini juga dapat terwujud dalam lingkungan pendidikan, ketika anak-anak merasa mereka tidak dapat berkinerja baik dan mereka berhenti berusaha. Pengalaman ini ditandai oleh tiga fitur utama: respons pasif terhadap trauma, tidak percaya bahwa trauma dapat dikontrol, dan stres.

Cara mengatasi learned helplessness

Ketidakberdayaan yang dipelajari ini biasanya bermanifestasi sebagai kurangnya harga diri, motivasi rendah dan kegigihan, keyakinan tidak kompeten, dan kegagalan. Ini lebih umum bagi orang-orang yang telah mengalami peristiwa traumatis berulang seperti pengabaian dan kekerasan di masa kecil atau kekerasan dalam rumah tangga.

Orang-orang dapat mendorong kembali dirinya untuk melawan learned helplessness dengan mempraktikkan kebebasan dari usia muda dan dengan menumbuhkan ketangguhan, harga diri, dan belas kasih diri. Sering ikut terlibat dalam kegiatan yang mengembalikan kontrol diri juga bisa berhasil.

Terapi perilaku kognitif sangat membantu untuk mengeksplorasi asal mula dari learned helplessness dan mengatasi perilaku terkait. Seligman kemudian mengembangkan konsep optimisme yang dipelajari: Dengan menjelaskan peristiwa pada diri kita secara konstruktif dan mengembangkan dialog internal yang positif, orang dapat membebaskan diri dari siklus learned helplessness ini. **(RW)

the authorRino Prasetyo

Leave a Reply