Topcareer.Id – Meskipun risikonya tampak kecil, tinjauan baru menunjukkan bahwa, dalam kasus yang jarang terjadi, cacar monyet dapat memicu komplikasi neurologis yang serius, termasuk kejang dan peradangan otak.
Temuan ini didasarkan pada 19 studi yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, dan di seluruh Afrika.
Dalam beberapa studi tersebut, semua investigasi bekerja dengan data yang dikumpulkan sebelum wabah cacar monyet merebak pada Mei lalu.
Para peneliti juga memperingatkan bahwa tidak jelas bagaimana pengalaman wabah di masa lalu dapat diterapkan dengan yang sekarang, karena jenis virus, perawatan medis, dan profil pasien mungkin sangat berbeda.
Namun, di luar itu, upaya penelitian sebelumnya secara kolektif menunjukkan bahwa pasien cacar monyet menghadapi risiko 2% hingga 3% untuk terkena setidaknya satu kali kejang, pembengkakan otak yang serius (ensefalitis), atau kebingungan mental.
“Cacar monyet umumnya dianggap sebagai penyakit kulit,” kata penulis studi Dr Jonathan Rogers, seorang peneliti gangguan neuropsikiatri di divisi psikiatri di University College London di Inggris.
“Tetapi cacar – infeksi virus terkait – telah dikaitkan dengan komplikasi neurologis yang serius. Kami ingin mengetahui apakah ada hal serupa pada cacar monyet.” Tambahnya.
Baca juga: Yang Lahir sebelum 1980 Kebal terhadap Cacar Monyet, Kok Bisa?
Jawabannya tampaknya ya, kata Rogers, sebuah kesimpulan yang dia tandai sebagai “mengkhawatirkan.”
Studi secara kolektif mencakup lebih dari 1.500 pasien, dan sedikit lebih dari 1.000, di antaranya memiliki infeksi cacar monyet yang dikonfirmasi.
Tim menentukan bahwa depresi dan kecemasan adalah gejala umum di antara pasien cacar monyet, seperti nyeri otot, kelelahan, dan sakit kepala.
Dalam hal gejala yang lebih jarang, penulis penelitian mencatat bahwa tidak semua penelitian yang ditinjau memiliki data tentang semua jenis komplikasi neurologis. Tetapi dengan mengumpulkan data, tim akhirnya mematok risiko kejang sebesar 2,7%, risiko kebingungan sebesar 2,4% ,dan risiko untuk mengembangkan ensefalitis yang melumpuhkan sebesar 2%.
Para peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang mengalami pembengkakan otak telah dirawat di rumah sakit pada saat itu, dan karena sudah parah.
Namun, Rogers mencatat bahwa tinjauan “tidak menemukan bahwa komplikasi parah terbatas pada kelompok yang sangat rentan.”
Namun demikian, Rogers menekankan bahwa mengingat “kesenjangan besar dalam pemahaman kita tentang kondisi ini,” tidak mungkin untuk menarik kesimpulan tegas tentang apa efek komplikasi tersebut pada kesehatan pasien.
Laporan tersebut dipublikasikan secara online baru-baru ini di jurnal eClinicalMedicine.