Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Saturday, April 20, 2024
redaksi@topcareer.id
Konsultasi Karier

Ketika Passion Bertemu Vocation

(Pixabay)

Topcareer.id – Mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion adalah keinginan setiap orang. Bagaimana tidak? Seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang disukainya sekaligus memperoleh uang darinya. Keinginan ini sejalan dengan konsep ikigai yang dikenal di Jepang. Albert Liebermann dan Hector Garcia, dalam bukunya Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life, mempopulerkan istilah ikigai untuk mengenalkan prinsip hidup bahagia ala orang Jepang. Menurutnya, ada empat elemen yang dapat membuat seseorang mencapai kebahagiaannya, yaitu passion, mission, vocation, dan profession. Jika keempat elemen tersebut beririsan dan saling terkait maka seseorang telah mencapai kebahagiaannya.

Salah satu yang disebutkan dalam konsep ikigai ini adalah passion, yaitu ketika seseorang menemukan sesuatu yang disukainya sesuai dengan kemampuannya. Orang yang telah menemukan passion-nya tentu akan bersemangat tiap kali memikirkan dan melakukan kegiatan yang disukainya. Kebahagiaan seseorang semakin terbentuk ketika passion dalam dirinya bertemu dengan vocation, yaitu ketika seseorang memperoleh timbal balik (dibayar) sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. Maka tidak jarang orang akan berlomba-lomba untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya.

Akan tetapi, dalam kenyataannya, masih sedikit orang yang menemukan hal itu. Orang yang telah menempuh pendidikan di universitas terbaik pun tak jarang gagal menemukan pekerjaan sesuai dengan passion-nya. Kenapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana: karena seseorang sering mengabaikan proses. Misalnya, ada seorang lulusan terbaik yang ingin mendaftar di perusahaan ternama. Ia beranggapan dengan mengantongi IPK tinggi dan kemampuannya di bidang terkait, ia bisa diterima bekerja di perusahaan-perusahaan besar di ibu kota. Ia luput bahwa yang dibutuhkan sebuah perusahaan dari seorang karyawan adalah bukan hanya kemampuan dia secara hard skill, melainkan juga soft skill.

Hard skill adalah keahlian utama yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis. Sementara itu, soft skill adalah kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri dan saat berhubungan dengan orang lain. Seseorang sering terjebak pada hard skill yang dimiliki dan abai pada aspek-aspek karakter diri. Padahal, perusahaan justru membutuhkan karyawan-karyawan yang mampu beradaptasi dalam segala situasi, mau belajar untuk meningkatkan kemampuan diri, dan dapat bergerak secara mandiri tanpa harus diperintah.

Abainya seseorang pada soft skill tersebut dapat dilihat oleh bagian SDM bahkan dari proses wawancara awal. Seseorang yang terlalu ingin mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya terkadang terlalu berlebihan menuliskan curriculum vitae-nya. Ia akan “meninggikan” dirinya dengan menuliskan poin-poin yang sebenarnya tidak terlalu ia kuasai. Alhasil, ketika menjalani proses wawancara dan diminta untuk menjelaskan kembali apa yang telah dituliskannya, peserta seleksi gagap menjawabnya.

Untuk menyeimbangkan passion dan vocation, yang pertama kali harus dilakukan seseorang adalah jujur. Seseorang harus jujur ketika menuliskan apa yang menjadi kemampuannya dan apa yang menjadi kekurangannya. Menuliskan curriculum vitae ketika melamar pekerjaan tentu harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tanpa menambahinya dengan “bumbu-bumbu penyedap”. Perusahaan tidak hanya memilih kandidat yang kompeten, tetapi juga yang jujur. Menuliskan curriculum vitae yang “apa adanya” akan menggambarkan kejujuran seseorang. Sebuah perusahaan tentu akan lebih memilih kandidat yang meski belum sempurna secara kemampuan namun ia mau mengembangkan diri, daripada memilih kandidat yang merasa memiliki kompetensi namun tidak sesuai dengan fakta.

Kedua, ketika ingin menemukan vocation yang sesuai dengan passion-nya, seseorang juga tidak boleh egois. Jangan terlalu terfokus pada keinginan diri hingga mengenyampingkan keinginan orang lain. Keinginan untuk mendapatkan vocation yang sesuai dengan passion terkadang mengaburkan seseorang atas aspek-aspek di luar dirinya. Orang akan terlalu fokus pada apa yang menjadi kebahagiaannya tanpa memperhatikan keinginan pihak lain. Padahal, ketika bekerja di suatu tempat, seseorang juga harus bertanggung jawab atas capaian yang dicita-citakan perusahaan. Misalnya, seorang yang memiliki passion menggambar tentu memiliki kriteria ideal terkait bagaimana gambar yang bagus. Namun, ada sisi perusahaan yang juga memiliki “kriteria ideal” terkait gambar yang menurutnya bagus. Kedua keinginan ini tentu harus difasilitasi agar keseimbangan kerja sama tetap terjaga.

Dengan memperhatikan apa yang menjadi keinginan diri dan apa yang menjadi keinginan orang lain, seseorang tentu dapat mengukur sejauh mana passion dan vocation-nya dapat bertemu. Kejujuran yang dihadirkan saat interview kerja dapat menjadi pertimbangan perusahaan untuk melihat apakah kandidat terkait sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh perusahaan atau tidak. Ketidakegosian seseorang juga bisa menjadi alat ukur untuk melihat sejauh mana passion-nya bisa diterima orang lain. Jika kedua hal ini dapat dipahami, tentu tidak menjadi mustahil seseorang dapat menyeimbangkan vocation yang dia inginkan dengan passion yang dia miliki.*

Kolom konsultasi ini, akan ditayangkan setiap hari Jumat. Buat kamu yang ingin konsultasi seputar karier silakan kirim email ke redaksi@topcareer.id dengan judul subjek KONSULTASI KARIER, lalu sebutkan nama, usia, pekerjaan dan nomor ponsel.

Berpengalaman selama lebih dari 25 tahun di bidang SDM antara lain Head of HR di Standard Chartered Bank, Bank Danamon, PT Trakindo Utama dan sekarang Advisor PT United Family Food. Juga pernah menjadi HR Officer di PT Johnson and Johnson Indonesia dan Bankers Trust.

Leave a Reply