Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Friday, April 26, 2024
redaksi@topcareer.id
Profesional

Menyimak Perkembangan Film Nasional dari Tahun Ke Tahun

Sumber foto: Dictio.id

Periode 1942 – 1949
Pada masa ini, produksi film di Indonesia dijadikan sebagai alat propaganda politik Jepang. Pemutaran film di bioskop hanya dibatasi untuk penampilan film-film propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang sudah ada sebelumnya, sehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai era surutnya produksi film nasional.

Pada 1942, Nippon Eigha Sha, perusahaan film Jepang di Indonesia hanya dapat memproduksi 3 film yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja dan 1001 Malam.

Akibat pembatasan yang dilakukan oleh Jepang, ruang gerak para artis dan karyawan film pun dipersempit. Merka kemudian hijrah ke panggung sandiwara. Beberapa rombongan sandiwara profesional dari zaman itu antara lain Bintang Surabaya, Pancawarna dan Cahaya Timur di Pulau Jawa.

Selain itu, kumpulan sandiwara amatir Maya juga didirikan, di mana didalamnya bernaung beberapa seniman-seniwati terpelajar di bawah pimpinan Usmar Ismail yang kelak menjadi Bapak Perfilman Nasional.

Periode 1950 – 1962
Pada tahun 1951 diresmikan Bioskop Megaria (Sekarang bernama Metropole), bioskop termegah dan terbesar pada saat itu. Pada tahun 1955, terbentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI) yang akhirnya melebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI). Pada masa itu, selain PFN yang dimiliki oleh negara, terdapat juga dua perusahaan perfilman terbesar di Indonesia, yaitu Perfini dan Persari (dipimpin oleh Djamaluddin Malik).

Periode 1962 – 1965
Era ini ditandai dengan beberapa kejadian penting, terutama menyangkut aspek politis, seperti aksi pengganyangan film-film yang disinyalir sebagai agen imperialisme Amerika Serikat, pemboikotan, pencopotan reklame, hingga pembakaran gedung bioskop. Saat itu, jumlah bioskop mengalami penurunan akibat gejolak politik. Pada 1964 hingga 1965, dari 700 bioskop, hanya tersisa 350 bioskop.

the authorRino Prasetyo

Leave a Reply